memutus tali pusat bayi, hanya menggunakan bambu yang tentunya tidak steril
Banjarmasin (ANTARA) - Proses persalinan yang dilakukan oleh dukun beranak menjadi salah satu topik yang dibahas dalam "Sosialisasi pada Organisasi Wanita dalam Rangka W20" yang diselenggarakan di Banjarmasin baik secara virtual maupun pertemuan langsung.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Nurul Ahdani saat menjadi nara sumber sosialisasi W20 di Banjarmasin Rabu mengatakan, salah satu penyebab masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Kalsel, karana proses kelahiran sebagian ibu melahirkan masih ditangani oleh dukun.

"Sebagian masyarakat masih lebih percaya proses kelahirannya ditangani oleh dukun beranak yang dianggap lebih berpengalaman dibanding petugas kesehatan," katanya.

Walaupun secara ketentuan, kata dia, dukun beranak sudah tidak boleh menangani kelahiran, hanya boleh sebagai pendamping saja, namun tidak jarang pengaruh dukun beranak di masyarakat, lebih besar dibanding petugas kesehatan.

"Akhirnya ibu yang mau melahirkan lebih memilih proses kelahiran dilakukan oleh dukun beranak, apalagi bila petugas kesehatannya masih relatif lebih muda, sehingga warga menganggap kurang berpengalaman," katanya.

Kondisi tersebut, membuat tingkat kematian ibu dan anak, masih relatif cukup tinggi di Kalsel hingga kini.

Baca juga: W20 dorong isu pemberdayaan perempuan dan gender masuk Deklarasi G20

Baca juga: Kowani ajak suarakan penghapusan diskriminasi lewat W20


"Bisa dibayangkan, saat memutus tali pusat bayi, hanya dengan menggunakan bambu yang tentunya tidak steril," katanya mencontohkan.

Beberapa langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, tambah Nurul, dengan melibatkan dukun beranak dalam proses persalinan, tetapi hanya membantu untuk memandikan atau menyucikan baju pasien.

Selain itu, beberapa daerah telah mengambil kebijakan yang cukup bagus, seperti di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu dengan menyekolahkan anak dari dukun beranak ke sekolah bidan, sehingga, setelah lulus dia bisa kembali ke desa menggantikan tugas ibunya.

Berdasarkan data Dinkes, angka kematian bayi (AKB) per seribu kelahiran sejak 2019 hingga 2021 rata-rata masih 9/1000 kelahiran. AKB tersebut turun dibanding pada 2016 yang masih mencapai 11/1000 kelahiran, dan 2017-2018 sebesar 10/1000 kelahiran.

Khusus 2021, AKB tertinggi berada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yaitu 16 AKB naik dibanding 2020 sebanyak 15 AKB dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) sebanyak 16 AKB naik dibanding 2020 sebanyak 13 AKB.

Beberapa hal yang telah dilakukan untuk mengatasi masih tingginya AKB/AKI tersebut adalah peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi, penguatan manajemen intervensi gizi di puskesmas dan posyandu.

Selanjutnya, peningkatan akses pelayanan kesehatan ibu dan anak, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan penguatan tata kelola.

Pada Webinar tersebut juga menghadirkan nara sumber Chair Women W20 Hadriani Uli Silalahi dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Husnul Hatimah.

Sebelumnya, Chair Women W20 Hadriani Uli Silalahi mengatakan W20 akan menjalin kerja sama dengan engagement group dan working group di G20 untuk memastikan isu pemberdayaan perempuan dan gender masuk dalam Deklarasi G20.

"W20 akan bekerja sama dengan engagement group dan juga working group, dalam hal ini adalah pemerintah untuk memastikan pemberdayaan perempuan dan isu gender akan masuk dalam Deklarasi G20," kata Uli dalam webinar "Sosialisasi pada Organisasi Wanita dalam Rangka W20" yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Uli menjelaskan misi W20 adalah membentuk komitmen dalam memberantas diskriminasi, memajukan inklusi ekonomi UMKM perempuan, peningkatan akses bagi perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas serta integrasi respons kesehatan yang berkeadilan gender.

Baca juga: W20 diharapkan menghasilkan poin regulasi pemberdayaan perempuan

Baca juga: W20 momentum perkokoh komitmen perempuan dunia bebas diskriminasi

 

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022