Yogyakarta (ANTARA News) - Perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah tidak perlu dipermasalahkan, agar tidak menimbulkan pertentangan dan konflik di kalangan umat Islam, kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin.

"Perbedaan itu seyogianya disikapi dengan toleransi dan saling menghargai, karena penetapan awal Syawal didasari oleh keyakinan keagamaan masing-masing," katanya usai shalat Idul Fitri 1432 Hijriyah di Alun-alun Utara Yogyakarta, Selasa.

Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriyah jatuh pada Selasa (30/8), sedangkan pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Fitri itu jatuh pada Rabu (31/8).

Menurut dia, dalam Islam perbedaan itu diakui selama berdasarkan dalil keagamaan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah tidak perlu diperdebatkan dan dibesar-besarkan.

"Keputusan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriyah itu bukan mengada-ada, tetapi berdasarkan keyakinan keagamaan. Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal jatuh pada Selasa (30/8), karena ijtima atau konjungsi matahari, bulan, dan bumi sudah terjadi pada Senin (29/8)," katanya.

Menurut dia, negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura serta negara-negara di Timur Tengah juga melaksanakan shalat Idul Fitri 1432 Hijriyah pada Selasa (30/8).

"Meskipun terjadi perbedaan dalam penetapan awal Syawal, kita harus tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan meningkatkan silaturahmi. Perbedaan awal Syawal tidak hanya terjadi pada tahun ini, tetapi juga pada beberapa tahun lalu," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah diharapkan dapat mengayomi seluruh elemen masyarakat terkait dengan perbedaan penetapan 1 Syawal tersebut.

"Hal itu sesuai dengan pasal 29 UUD 1945 yang menyatakan pemerintah menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara," katanya.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011