Hal itu melanggar hak pengguna elpiji 3 kg. Karena sesuai aturan, gas melon memang hanya diperuntukkan untuk keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pengguna gas elpiji 5,5 kilogram (Bright Gas) dan 12 kilogram untuk tidak beralih ke gas melon (elpiji 3 kilogram), sebab bahan bakar gas ini hanya diperuntukkan bagi keluarga miskin.

"Kami dari YLKI mengimbau agar masyarakat pengguna elpiji nonPSO untuk tidak melakukan migrasi. Hal itu melanggar hak pengguna elpiji 3 kg. Karena sesuai aturan, gas melon memang hanya diperuntukkan untuk keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro,” ujar Ketua YLKI Tulus Abadi..

Jika masyarakat bermigrasi ke gas melon, lanjutnya, maka akan mengurangi hak keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro. Pasalnya, pola distribusi gas melon sudah ditetapkan berdasarkan kuota yang jumlahnya sudah ditetapkan sejak awal.

Oleh karena itu, menurut dia, Pemerintah harus turun tangan, yakni dengan membuat sistem distribusi tertutup, bukan terbuka seperti sekarang.

"Supaya tidak ada yang bermigrasi, karena pembeliannya benar-benar diawasi. Elpiji 3 kilogram hanya buat keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro. Dengan demikian, kuota aman dan sesuai dengan peruntukannya," katanya melalui keterangan tertulis.

Tulus berpendapat edukasi bahwa yang berhak menggunakan gas melon adalah keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil dan ultra mikro adalah penting.
Tetapi, lanjutnya, mengubah sistem distribusi menjadi tertutup juga penting agar kebocorannya tidak semakin besar.

Di sisi lain, menurut dia, YLKI memahami kenaikan harga elpiji nonPSO. Dalam hal ini, penyesuaian Bright Gas dan elpiji 12 kilogram memang sepenuhnya kebijakan korporasi Pertamina yang tidak bisa diintervensi pihak lain.

Terlebih dalam dua tahun terakhir, produk jenis tersebut memang sama sekali belum mengalami kenaikan. Padahal di sisi lain, harga gas dunia terus mengalami penyesuaian.

Namun demikian, tambahnya, meskipun kebijakan tersebut murni aksi korporasi, tetapi harus dipertimbangkan juga dampaknya di masyarakat, yaitu potensi migrasi pengguna dari gas elpiji nonPSO dan gas melon, sebab disparitas harganya memang menjadi sangat tinggi.

Selain itu, yang berbahaya adalah praktik pengoplosan, yaitu dari gas melon ke elpiji kemasan 5,5 kilogram atau 12 kg.

"Potensi praktik ini, perlu diantisipasi dengan seksama. Selain tindakan ilegal, juga sangat membahayakan masyarakat,” tutupnya.

Baca juga: Kenaikan harga LPG momentum pemerintah terbitkan aturan kompor listrik
Baca juga: Pertamina tak akan naikkan harga elpiji subsidi tiga kilogram
Baca juga: Pengamat: Kenaikan harga elpiji nonsubsidi kurangi beban APBN

Pewarta: Subagyo
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022