Anggota G20 memastikan terbangunnya tata kelola migrasi global yang aman, terjamin
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengharapkan Presidensi G20 Indonesia dapat mendorong komitmen negara-negara anggota G20 memastikan tata kelola migrasi global yang aman, terjamin dan bermartabat.

"Presidensi Indonesia di dalam G20 tahun 2022 ini harus mampu mendorong komitmen negara-negara anggota G20 memastikan terbangunnya tata kelola migrasi global yang aman, terjamin dan bermartabat," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu dalam agenda virtual C20 diikuti dari Jakarta, Selasa.

Hal itu sesuai dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-10 poin ketujuh yaitu memfasilitasi migrasi dan mobilitas manusia yang tertata, aman, teratur dan bertanggung jawab. Termasuk melalui implementasi kebijakan migrasi yang terencana dan terkelola dengan baik

Berbicara dalam acara yang bertajuk "Dari Indonesia, Berbuat Lebih Kepada Warga Dunia yang Rentan", Wahyu mengatakan pentingnya tata kelola migrasi yang aman karena seiring dengan peningkatan remitansi disertai juga kasus-kasus yang dialami pekerja migran termasuk dari Indonesia.

Baca juga: Bonus demografi dan revolusi industri jadi tantangan pekerja Indonesia

Baca juga: Pemerintah dukung adaptasi sistem pelindungan sosial bagi pekerja


Peningkatan remitansi itu belum disertai dengan dengan semakin baiknya keamanan dan kesetaraan untuk para pekerja migran, dengan masih adanya diskriminasi terhadap mereka.

Wahyu mengacu Laporan Pembangunan Manusia pada 2009 yang menyatakan bahwa mobilitas pekerja migran mempengaruhi kualitas indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) baik di negara asal atau di negara tujuan.

"Kalau tata kelola migrasinya baik itu punya dampak baik terhadap HDI baik di negara tujuan maupun di negara asal. Sebaliknya juga kalau tata kelolanya buruk itu juga punya implikasi negatif," jelasnya.

Secara khusus dia menyoroti biaya pengiriman remitansi oleh pekerja migran yang dapat menjadi beban bagi negara-negara kategori miskin dan berkembang.

Wahyu mengambil contoh pekerja Etiopia yang bekerja di Arab Saudi yang memiliki biaya remitansi 30 persen, atau sepertiga dari yang mereka kirimkan.

Untuk itu dia mengharapkan pembahasan mengenai remitansi itu dilakukan tidak hanya dilakukan dalam pertemuan Jalur Sherpa (Sherpa Track) G20 tapi juga Jalur Keuangan (Financial Track).

Baca juga: Kemenaker: Gotong royong tuntaskan masalah ketenagakerjaan dalam G20

Baca juga: Menaker: Presidensi G20 RI harus hasilkan terobosan ketenagakerjaan

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022