Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Denmark untuk Indonesia, Niels Erik Andersen, hingga Selasa sore masih berada di Jakarta, namun keluarga Dubes dan para staf Kedubes Denmark sudah diterbangkan ke luar dari Indonesia, termasuk ke Singapura, menyusul ketakutan atas merebaknya demonstrasi terhadap pemuatan karikatur Nabi Muhammad oleh media Denmark. Menurut Juru Bicara Deplu RI, Yuri Octavian Thamrin kepada ANTARA di Jakarta, Selasa, pihak Deplu telah memastikan bahwa Dubes Denmark Niels Erik Andersen memang masih berada di Jakarta. "Dubes, wakil Dubes maupun stafnya masih ada di Jakarta. Namun keluarga mereka memang dipindahkan ke Singapura," kata Yuri. Pemindahan keluarga para diplomat Denmark itu, ujar Yuri merupakan semacam travel warning yang dikeluarkan pemerintah Denmark, menyusul aksi demonstrasi yang merebak di negara-negara muslim, yang di beberapa negara bahkan telah menjadi aksi pembakaran gedung-gedung perwakilan Denmark. Namun pemerintah Denmark sendiri dalam travel warning (peringatan bepergian) yang dikeluarkan terhadap warga negaranya di negara-negara di mana terdapat banyak demonstrasi terhadap pemuatan karikatur Nabi Muhammad, tidak memasukkan Indonesia. Sementara itu, juru bicara Deplu-RI lainnya, Desra Percaya, mengatakan tidak ada alasan terjadinya pemindahan atau pemulangan keluarga Dubes dan staf Kedubes Denmark dari Indonesia. "Sebetulnya tidak cukup alasan untuk memberlakukan travel warning dan itu tidak realistis," kata Desra kepada ANTARA. Jika dibandingkan dengan reaksi masyarakat muslim di negara-negara lain, ujar Desra, aksi unjuk rasa di Indonesia jauh lebih tertib. Namun demikian, tambahnya, kepergian keluarga para diplomat Denmark di Indonesia dapat dipahami di tengah panasnya gelombang demonstrasi sebagai aksi protes terhadap pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW di majalah terbitan Denmark, Jylls-Posten. "Tentunya bisa memahami jika `travel warning` itu diberlakukan. Dari psikologis, tentu orang tidak akan merasa tenang kalau diri mereka merasa diancam dan diburu," ujar Desra.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006