Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan produsen Blackberry, Research in Motion (RIM), justru akan rugi jika tidak membangun pabriknya di Indonesia.

"RIM rugi kalau tidak mau (bangun pabriknya) di sini (Indonesia)," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo, Gatot S. Dewa Broto, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, Indonesia merupakan pasar yang paling potensial di kawasan Asia Tenggara termasuk Asia Pasifik sehingga dengan membangun pabriknya di Indonesia, pabrikan "gadget" asal Kanada itu akan memotong rantai distribusi menjadi lebih cepat atau langsung menjangkau konsumen.

Hal itu disampaikan terkait rencana RIM untuk membangun pabrik di Penang, Malaysia, meski Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, sebelumnya menyatakan rencana itu masih merupakan isu yang perlu dikonfirmasi.

"Dengan membangun pabrik di sini, distribusi lebih cepat, pengiriman logistik juga mudah, kalau di sini tinggal duduk `merem` buat pabrik pasti menguntungkan karena pasar kita paling gemuk," kata Gatot.

Ia menambahkan, pemerintah Indonesia juga sangat terbuka terhadap investasi dan sanggup memberikan insentif yang menguntungkan bagi penanam modal.

"Kalau masalah insentif, kita lebih tidak sulit dalam memberikan insentif kepada investor," katanya.

Pihaknya sendiri mengimbau RIM agar bersedia mendirikan pabriknya di Indonesia.

Menurut dia, Kemenkominfo sesuai regulasinya hanya berwenang memberikan imbauan kepada RIM dan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi ataupun insentif kepada RIM terkait rencananya dalam mengekspansi usaha termasuk mendirikan pabriknya.

"Soal sanksi kita harus mengacu pada ketentuan yang ada, dan masalah pendirian pabrik tidak diatur dalam komitmen kita dengan RIM," katanya.

Menurut dia, ada instansi lain termasuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk menyikapi persoalan itu.

"Tapi bagi kita bisa saja memberikan insentif khusus, ini hanya masalah koordinasi," katanya.
(T.H016/A023)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011