..masuk ke daerah, di penanaman modal satu pintu, tapi dalamnya banyak pintu. Itu fakta, dan itu perlu dibereskan,
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia Denny D Indradjaja menyebutkan perizinan usaha perikanan budi daya masih berbelit-belit, khususnya pada proses perizinan di pemerintah daerah.

"Isu penting utama perikanan budidaya adalah di perizinan. Sudah dapat NIB (Nomor Induk Berusaha), KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) oke, masuk ke daerah, di penanaman modal satu pintu, tapi dalamnya banyak pintu. Itu fakta, dan itu perlu dibereskan," kata Denny dalam diskusi mengenai regulasi bisnis perairan yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) secara daring di Jakarta, Kamis.

Denny mengaku merasakan sendiri sulitnya mengurus perizinan budi daya udang dalam skala intensif di daerah Cirebon saat mendampingi rekannya. Dia menyebutkan bahwa butuh waktu cukup lama dan perlu mengeluarkan uang untuk mengurus perizinan agar bisa diselesaikan.
Baca juga: KKP: Perlu selesaikan lima persoalan untuk produksi 2 juta ton udang

Dia mengemukakan bahwa pengurusan izin di tingkat pemerintah pusat seperti mendapatkan NIB dan KBLI sudah dimudahkan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun persoalan muncul ketika mengurus perizinan di daerah.

Menurut dia, masih ada tumpang tindih perizinan dan pemberian kewenangan antar instansi pusat dan daerah.

Denny mencontohkan bagi pelaku usaha yang hendak melakukan kegiatan budi daya air payau memerlukan perizinan yang jumlah mencapai 22 hingga 27 izin yang harus dipenuhi oleh pembudi daya, khususnya pada skala menengah hingga besar.

Dia menyebut bahwa dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu di daerah belum efektif dalam memberikan kemudahan berusaha.
Baca juga: KKP: 4 Kepala UPT Perikanan Budidaya perlu akselerasi program

Selain persoalan terkait perizinan, isu lain yang kerap ditemui pada perikanan budidaya adalah isu lingkungan yang kerap dialamatkan pada praktik budi daya dengan keramba jaring apung (KJA). Pakan ikan dinilai sebagai bahan yang mencemari air di perairan tempat perikanan budi daya tersebut.

"Budi daya KJA di waduk dianggap sebagai pencemar utama di waduk. Padahal banyak penelitian mengatakan budi daya KJA berkontribusi tidak lebih dari 10 sampai 15 persen, 85 persen di luar waduk," katanya.

Dia mengatakan bahwa pencemaran air berasal dari daerah aliran sungai (DAS) sejak dari hulu yang melewati berbagai industri, pertanian, hingga limbah rumah tangga.

Baca juga: KKP: Perizinan usaha budi daya perikanan Indonesia ikuti panduan FAO
Baca juga: KKP akan dorong produktivitas perikanan budidaya pada 2022

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022