... Sudi sambil bernyanyi-nyanyi masuk ke dalam bus yang mengantar mahasiswa pulang ke kampus masing-masing...
Jakarta, 24/9 (ANTARA) - Pada awal reformasi yang sarat demonstrasi mahasiswa di Gedung Parlemen, ada satu fakta yang jarang diketahui publik. Itu adalah peran Brigadir Jenderal TNI Sudi Silalahi untuk merayu dan membujuk mahasiswa agar mau meninggalkan gedung penting negara itu.

Kini brigadir jenderal itu sudah menjadi menteri sekretaris negara dengan pangkat terakhir letnan jenderal TNI purnawirawan. Saat itu, pada Mei 1998, Silalahi yang jarang mau bicara pada pers, menjadi kepala staf Kodam Jaya dan Mayor Jenderal TNI (saat itu) Sjafrie Sjamsuddin, menjadi atasannya. 

Sjamsoeddin mengungkapkan peran Silalahi itu pada acara bedah buku biografi Sudi berjudul "Jenderal Batak dari Tanah Jawa" di Toko Buku Gramedia Jalan Matraman, Jakarta, Sabtu.

Pada 23 Mei 1998, tutur Sjafrie, Gedung MPR/DPR masih diduduki mahasiswa, meski Presiden Soeharto sudah mengundurkan diri dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada BJ Habibie. Hari-hari itu, bisa dibilang tiada waktu tanpa demonstrasi di mana-mana.

"Kita harus mengosongkan Gedung MPR dari mahasiswa. Kita mempelajari, mempersiapkan cara dan waktu yang paling tepat untuk itu," ujar Sjamsuddin yang kala itu menjabat Panglima Kodam Jaya.

Sebagai panglima, Sjamsuddin menginstruksikan Silalahi "turun gunung" dan bersalin baju seragam. Konon, salin baju itu untuk meniadakan "jarak psikologis" dengan mahasiswa demonstran; tapi bagi mata awam, bisa dibaca sebagai upaya penyamaran.

"Pak Sudi berhubungan dengan mahasiswa dan menjelaskan persoalan sudah selesai, mari pulang ke rumah masing-masing," ujar Sjafrie pada acara bedah buku yang tidak dihadiri Silalahi itu.

Akhirnya, Sudi pun menjadi akrab dengan para mahasiswa dan bisa membujuk mereka untuk membubarkan diri.

"Sudi sambil bernyanyi-nyanyi masuk ke dalam bus yang mengantar mahasiswa pulang ke kampus masing-masing," ujarnya.

Karena pengalaman itu, Sjafrie menilai Sudi yang lahir di Kampung Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara, pada 13 Juli 1949 itu bisa berperan sebagai dinamisator yang mumpuni menjalankan tugas-tugas lapangan meski sebelumnya lebih banyak bertugas di balik meja.

Biografi Sudi Silalahi setebal 302 halaman yang ditulis Abdul Azis Ritonga diluncurkan pada 16 Juli 2011 untuk memperingati hari ulang tahun ke-62 mantan Sekretaris Kabinet pada periode pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Buku tersebut mengisahkan perjalanan hidup ayah beranak tiga yang telah dianugerahi empat cucu itu, mulai dari masa kecilnya di Sumatera Utara, perantauannya ketika menuntut ilmu di STM Bandung demi cita-citanya masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) yang akhirnya kandas.

Dikisahkan pula perjalanan karier militer Sudi yang menikahi Sri Rahayu Mulyani dari Purworejo pada 1975 itu. (D013)



Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011