Russophobia

Tidak hanya di Eropa, banyak konglomerat Rusia yang menyebarkan aset-asetnya di berbagai penjuru dunia, termasuk Amerika Serikat.

Bersamaan dengan meletusnya perang di Ukraina ini, pemerintah AS memastikan bakal menyita semua harta kekayaan warga Rusia yang tersimpan di negara tersebut.

Diskriminasi dan sentimen rasial di Amerika Serikat yang biasanya dialami orang-orang kulit hitam, hispanik, lalu bergeser kepada orang Asia, kini menyasar warga Rusia hingga tercipta sentimen anti Rusia (Russophobia). Kebencian itu kini tidak lagi mengarah kepada Vladimir Putin, tetapi warga sipil turut menjadi sasaran.

Sepanjang belasan hari berlangsungnya perang Ukraina ini memang terjadi proses kristalisasi image buruk Rusia di alam bawah sadar ratusan juta masyarakat negara-negara Barat, khususnya Eropa. 

Russophobia di Eropa sudah sampai pada titik yang tidak bisa kembali lagi karena sedemikian dalam mengendap di kalangan akar rumput. Akan sulit merestorasi dalam waktu yang singkat.

Dalam pusaran konflik Ukraina ini, andil peran Volodymyr Zelenskyy boleh dikatakan sukses besar. Dengan bakat alaminya di dunia showbiz, Zelenskyy sungguh menguasai panggung dan berhasil menyentil sisi emosional Eropa pada saat yang tepat.

Ambil contoh permintaan Ukraina untuk masuk komunitas Uni Eropa (EU) bakal mulus seperti di jalan tol bebas hambatan. Politisi-politisi papan atas Eropa tidak berani menentang secara terbuka permintaan tersebut lantaran opini publik telah menciptakan sosok Zelenskyy sebagai seorang pahlawan.

Pada saat yang sama, dengan bantuan raksasa-raksasa media Barat dan beragam platform produk negara Paman Sam juga terbukti sukses menyensor apa pun informasi yang berasal dari Rusia, semisal kanal Rusia RIA Novosti yang dilarang  Facebook.

Akibatnya masyarakat dunia tidak lagi bisa mendapatkan informasi secara seimbang, jauh lebih banyak gelontoran informasi dari perspektif media-media Barat. Informasi yang tidak sejalan tersensor. Dengan demikian, seantero dunia Barat dan kroni-kroninya telah berhasil mengisolasi Rusia dalam sekejap.

Dalam konflik ini, jika hanya menghadapi Zelenskyy seorang tentu sangat mudah bagi Kremlin melakukannya. Tetapi yang dihadapi Rusia sejak awal adalah Amerika dan NATO sehingga Moskow harus berhati-hati dalam melangkah. Termasuk apabila harus berperang untuk jangka waktu lebih lama lagi. Ukraina hanya sekadar proxy bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya untuk menggerogoti Rusia.

Dari sini jelas terlihat bagaimana karakter negara-negara Barat secara umum pada era modern, yakni takut melakukan sesuatu secara sendirian. Tetapi jika sudah ada satu negara yang berani memulai melempar batu, maka semua akan ikut keroyokan melempar batu yang bahkan negara terkecil pun takut tidak kebagian mengambil jatah lemparan batu.

Semua kegilaan Barat ini semata terjadi hanya berbasis ketakutan saja, takut akan pergeseran geopolitik dan khawatir hilangnya zona nyaman keamanan yang mereka nikmati selama ini.

Pada saatnya nanti, negara-negara Barat ini akan galau sendiri dengan sikapnya setelah urusan seni budaya, olahraga atau kehidupan warga yang jauh dari hiruk pikuk perpolitikan harus turut menanggung beban kebijakan politik suatu negara.

Copyright © ANTARA 2022