Jakarta (ANTARA) - Kemunculan The Group of Twenty (G20) yang dilatarbelakangi keinginan negara-negara anggotanya untuk melahirkan kebijakan yang dapat mengatasi rapuhnya kondisi perekonomian global pada tahun 1998 nyatanya tidak menjadi penghalang memperluas pembahasan sektor lain.

Melalui jalur Sherpa, negara-negara anggota G20 ikut pula membahas kebijakan yang dapat membawa mereka, bahkan dunia, untuk mampu mengatasi persoalan pembangunan, pendidikan, kesehatan, iklim global, dan berbagai isu aktual lainnya.

Tindak pidana korupsi sebagai salah satu musuh dunia tidak terlepas dari perhatian Forum G20. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Sherpa G20 Indonesia, pada tahun 2010, di Toronto, Kanada, negara-negara anggota G20 membentuk Anti-Corruption Working Group (ACWG).

Korupsi yang diyakini seluruh negara di dunia berdampak negatif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan pembangunan, bahkan merusak fungsi demokrasi serta kepercayaan lembaga publik mendorong kemunculan ACWG G20. ACWG G20 dilahirkan untuk meningkatkan standar transparansi, akuntabilitas, dan  kontribusi G20 dalam perang global melawan korupsi. Forum ini menjadi bentuk komitmen negara-negara anggota G20 untuk mempromosikan nilai-nilai antikorupsi ke dalam instrumen nasional maupun internasional.

Dengan kata lain, secara garis besar, ACWG G20 berperan penting dalam perumusan rekomendasi yang komprehensif terkait dengan upaya negara anggota G20 untuk berkontribusi secara nyata terhadap pemberantasan korupsi.

Dalam praktiknya, untuk mengoptimalkan kemunculan kebijakan-kebijakan terbaik memberantas korupsi berskala global, ACWG G20 bekerja sama dengan sejumlah pihak.

Baca juga: ACWG C20 dorong negara anggota G20 samakan level pemberantasan korupsi

Kerja sama dijalin dengan Bank Dunia, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) atau Organisation for Economic Cooperation and Development, Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan atau United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC), Dana Moneter Internasional atau International Monetaru Fund (IMF), dan Kelompok Kerja Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang atau Financial Action Task Force (FATF).

Berikutnya, ada pula engagement group G20 yang merupakan perwakilan lembaga negara dan/atau lembaga nonpemerintah dalam rangkaian acara G20. Mereka adalah The Business 20 (B20 ) dan Civil 20 (C20).

Rekam jejak kontribusi ACWG G20

Sejak didirikan pada tahun 2010, terdapat sejumlah aksi nyata dari ACWG G20 terkait upaya menelurkan kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi untuk selanjutnya diimplementasikan oleh negara-negara anggotanya, bahkan negara lain di dunia.

Salah satunya adalah uraian mengenai langkah pencegahan penyalahgunaan badan hukum, seperti perusahaan cangkang (perusahaan yang didirikan hanya di atas dokumen tanpa melakukan kegiatan apa pun). Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam “G20 High-Level Principles on Beneficial Ownership Transparency”.

Para perwakilan negara-negara anggota G20 mengesahkan “G20 High-Level Principles on Beneficial Ownership Transparency” di Brisbane, Australia, pada 15-16 November 2014 saat Australia menjadi pemegang Keketuaan G20. Melalui “G20 High-Level Principles on Beneficial Ownership Transparency”, baik negara-negara anggota G20 maupun negara lain dapat menghindari tujuan terlarang yang hendak dilakukan oleh badan hukum di negaranya, seperti pencucian uang dan penghindaran pajak.

Baca juga: ACWG C20: Masyarakat sipil berperan krusial di G20 berantas korupsi

Di samping itu, dirumuskan pula langkah yang dapat ditempuh negara-negara di dunia untuk memastikan setiap badan hukum yang ada bersifat transparan.

Selain “G20 High-Level Principles on Beneficial Ownership Transparency”, langkah terbaru dari ACWG G20 untuk memberantas korupsi di tingkat global adalah menghadirkan deklarasi dari para pemimpin negara-negara G20 yang berkomitmen tidak menoleransi korupsi di sektor publik dan swasta.

Para pemimpin negara-negara anggota G20 berkomitmen untuk memperkuat keterlibatannya dengan akademisi, masyarakat sipil, dan media untuk menindak pelaku korupsi, merampas asetnya, melawan korupsi lintas negara, serta mempromosikan kepemilikan ataupun transparansi beragam aset dari berbagai pihak demi mencegah penyembunyian dan pencucian hasil korupsi.

Deklarasi tersebut dikumandangkan saat Italia menjadi Keketuaan G20 pada tahun 2021. Pada kesempatan yang sama, Presidensi G20 Italia menghasilkan Dokumen Rencana Aksi Antikorupsi Tahun 2022-2024.


Rencana Aksi Antikorupsi Tahun 2022-2024

Untuk tiga tahun ke depan, garis utama tindakan antikorupsi yang direkomendasikan oleh G20 melalui ACWG G20 adalah memperkuat implementasi komitmen antikorupsi, termasuk sistem, modifikasi pendekatan tematik menuju penyusunan laporan pertanggungjawaban tahunan, dan penyempurnaan metode kerja ACWG.

Rencana aksi tersebut memuat dukungan terhadap inisiatif antikorupsi internasional lainnya, khususnya dalam kerangka kerja pihak-pihak yang bekerja sama dengan ACWG G20. Rencana Aksi Antikorupsi Tahun 2022-2024 mengatur tentang peningkatan mekanisme antikorupsi dalam tiga bidang utama, yaitu sektor publik, swasta, dan kerja sama internasional.

Pada sektor publik, ACWG G20 mendukung transparansi, integritas, dan akuntabilitas, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa untuk publik dan pengelolaan keuangan publik. Dukungan ini termasuk pembukaan peluang G20 untuk pertukaran praktik baik di antara negara-negara anggota, seperti terkait dengan eksplorasi teknologi baru guna meningkatkan kualitas dan aksesibilitas data pemerintah, mempromosikan peran lembaga audit, serta kolaborasi antarbadan antikorupsi.

Baca juga: ACWG C20: Masyarakat sipil berperan krusial di G20 berantas korupsi

Pada sektor swasta, ACWG G20 mendorong transparansi, integritas, dan akuntabilitas sektor swasta untuk antipencucian uang dan transparansi keuntungan. Lebih lanjut, ACWG G20 mempromosikan persyaratan mengenai pemeliharaan pembukuan catatan dan penerapan program kepatuhan swasta, memberikan cara mengatasi pemanfaatan perusahaan cangkang untuk korupsi, dan mengeksplorasi langkah-langkah pemantauan penggunaan aset virtual untuk mencuci hasil korupsi.

Selanjutnya pada sektor kerja sama internasional, ACWG G20 menegaskan penolakan setiap negara anggota G20 untuk menjadi tempat berlindung yang aman dan pemulihan aset bagi para pelaku korupsi. Dalam kebijakan ini, negara-negara anggota berkomitmen untuk bertukar pengalaman dan memungkinkan mereka terlibat dalam kerja sama, baik secara informal maupun formal.

Di samping itu, ACWG G20 dalam Presidensi G20 Italia menyusun rencana aksi untuk memberantas korupsi di sektor olahraga, perdagangan, jual beli satwa liar ilegal. Ada pula rencana aksi terkait dengan gender dan korupsi, di mana Forum G20 mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan untuk mencegah ataupun memberantas tindak pidana korupsi.

Meskipun berbagai kebijakan untuk memberantas korupsi senantiasa dimunculkan ACWG G20 sejak didirikan pada tahun 2010, nyatanya geliat korupsi di dunia belum musnah seutuhnya. Bahkan, indeks persepsi korupsi negara-negara anggotanya menjadi pekerjaan rumah yang belum kunjung diselesaikan G20.

Oleh karena itu, saat Indonesia menjadi pemegang estafet Keketuaan G20, pembenahan upaya pemberantasan korupsi diharapkan dapat menjadi lebih baik dan optimal. Untuk mewujudkan harapan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku Ketua ACWG G20 Tahun 2022 mengusulkan empat isu prioritas untuk dibahas dalam rangkaian kegiatan G20.

Ketua KPK Firlu Bahuri menyampaikan keempat isu prioritas tersebut adalah peningkatan peran audit dalam pemberantasan korupsi, partisipasi publik, dan pendidikan antikorupsi, kerangka regulasi, dan supervisi peran profesi hukum pencucian uang hasil korupsi, serta pemberantasan korupsi di sektor energi terbarukan.

Tentunya, kepemimpinan Indonesia dalam ACWG G20 diharapkan mampu menghasilkan upaya pemberantasan korupsi yang lebih baik dan nyata.

Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022