... bukan cuma makanan dan memakannya; itu adalah keterampilan hidup bagi masa depan...
Jakarta (ANTARA News) - Di tengah hiruk-pikuk puluhan anak-anak yang "sibuk mengaduk adonan", memeras jeruk dan bergerak ke sana ke mari di dapur komersial, Luca Lawandos terampil memecahkan telur dan memisahkan kuning dari putihnya menggunakan kulit telur.

Mungkin orang mengira itu adalah kegiatan umum di klas memasak, tapi Luca baru berusia tiga tahun, kata wartawan AFP, Madeleine Coorey, baru-baru ini.

Bayi yang berambut gelap itu secara rutin mengikuti pelajaran memasak pada Sabtu pagi di bagian barat Sydney. Ia belajar cara membuat manisan dan santapan lezat bersama anak lain sebayanya di sekolah memasak Little Spoons.

"Luca suka memasak," demikian penjelasan ibunya, Madeline Lawandos, sebagaimana dikutip AFP. "Bocah lelaki itu cuma memperlihatkan minat pada memasak . Jadi kami memutuskan untuk datang ke sini dan bergabung dalam kelas ini."

Buat Medeline Lawandos, kelas itu menyediakan lingkungan sosial yang memungkinkan putranya melatih keterampilan motoriknya --mengaduk, menggulung, membuat bentuk-- pada saat yang sama dengan belajar pengukuran, penjumlahan dan kesehatan.

"Itu bukan cuma makanan dan memakannya; itu adalah keterampilan hidup bagi masa depan," kata Madeline Lawandos.

Little Spoons, gagasan ibu dua anak Lisa Campbell, mengajar sejumlah anak Sydney cara menyiapkan makanan yang dapat mereka ulangi di rumah seperti membuat kue daging sapi, pasta apel dan kue bulan.

Campbell memulai bisnis itu pada 2009, tepat pada waktunya untuk memicu ledakan rasa tertarik pada makanan yang digerakkan oleh ketenaran tayangan realiti di televisi --yang memusatkan perhatian pada memasak, seperti acara laris "MasterChef Australia".

Hal yang dimulai sebagai perusahaan kecil rumahan cepat berkembang jadi kegiatan menggiurkan dan mempekerjakan sebanyak 15 orang --kebanyakan pekerja paruh waktu. Little Spoons memiliki kelas buat anak kecil dan remaja.

Campbell, yang meninggalkan karirnya di dunia teknologi informatika, memulai usaha yang diharapkannya akan menggabungkan minatnya pada makanan dengan jam kerja yang lebih bersahabat buat keluarga.

Dia mengatakan gagasannya ialah membuat anak-anak mempelajari kebiasaan makanan sehat di tempat yang menyenangkan.

"Kami tak pernah menggunakan garam di dalam masakan kami. Kami menggunakan banyak mentega dan gula sehingga lebih sehat buat dimakan oleh anak-anak," ia menjelaskan.

Anak-anak kami dapat berusaha membuat makanan yang lebih rumit seperti cumi Vietnam yang diisi makanan laut; sate kanguru dengan hiasan rempah dan lemon; pasta isi coklat, krim lavender dan kue respberi atau ikan kakap (snapper en papillote).

Anak kecil lebih mungkin untuk memasak ayam schnitzel atau daging babi kukus.

"Tak ada benda tajam di dapur anak kecil," kata Lisa Campbell. "Dan kami mengajari mereka memotong secara benar."

"Saya kira yang terburuk yang kami hadapi ialah dua anak sudah tergores parutan," katanya.

Sheridan Rogers, yang telah mengajar masak buat anak-anak selama satu dasawarsa, mengatakan kemunculan budaya juru masak selebriti dan ketenaran "MasterChef" telah menghasilkan kesadaran lebih besar tentang makanan dan minat pada memasak.

"Ada gelombang besar minat," kata Sheridan Rogers kepada AFP.

"Dan ya, indera perasa anak-anak telah menjadi makin canggih. Mereka ngomong tentang cara menyepuh makanan dan mereka ingin melakukan tindakan yang lebih menarik.

"Banyak dari mereka telah makan sushi sejak mereka masih sangat kecil dan orang tua mereka membawa mereka ke restoran lalu, tentu saja, ada acara televisi," katanya.

Rogers mengatakan dengan bertambahnya sekolah menengah yang menjauh dari kelas ekonomi dan makin banyak ibu yang bekerja tak bisa menyiapkan makan malam dan anak mereka bersama mereka, dan kelas memasak buat anak mendapat tempat.

Itu jauh berbeda dari saat Rogers, yang dulu bekerja buat juru masak terkenal di Australia Margaret Fulton, mulai menulis tentang makanan buat surat kabar dan arikelnya mengenai bahan masakan dicemooh oleh para redaktur.

"Redaktur cuma melolong ke arah saya, "Siapa yang kamu kira akan tertarik pada ini?," kata Rogers bahwa ia diberitahu setelah ia mengirim artikel tentang "ricotta and mascarpone cheeses". "Jadi saat itu sulit untuk maju."

Namun Rogers, yang kebanyakan kelasnya disediakan buat anak-anak yang berusia delapan sampai 12 tahun, mengatakan resep yang ia ajarkan buat mereka "membumi"; yaitu menu khas termasuk kentang dan sop kucai, makanan pasta ayam dengan tomat apel, dan kue bolu coklat putih, kelapa dan raspberi.

"Akhirnya, anak-anak tetap saja anak kecil; mereka tak sungguh-sungguh mau menyantap makanan yang sangat bergaya --yah, saya kira mereka memang tak mau. Mereka cuma mau sesuatu yang lezat dan nikmat," katanya. (C003)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011