Surabaya (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak akan mengeluarkan fatwa khusus terkait dengan pemuatan kartun Nabi Muhammad SAW di harian Morgenavisen Jyllands-Posten yang mengundang reaksi keras dari umat Islam di seluruh dunia. "MUI tidak akan mengeluarkan fatwa khusus karena fatwa yang membahas tentang kasus seperti ini sudah banyak," ujar Ketua MUI Jatim, KH Abdussomad Buchori ketika dihubungi di Surabaya, Minggu. Ketika ada film yang berjudul "The Masage" yang menayangkan sosok seperti Nabi Muhammad pada tahun 1976, MUI Pusat telah melakukan rapat kerja khusus 21 Juli 1976, dan menghasilkan keputusan meliputi, menolak penggambaran Nabi Muhammad dalam bentuk apapun. Kemudian apabila ada gambar yang menampilkan Nabi Muhammad dan keluarganya maka hendaknya pemerintah melarang gambar atau film masuk dan beredar di Indonesia. "MUI Jawa Timur mengutuk keras pemuatan karikatur yang menayangkan sosok Nabi Muhammad SAW di salah satu media di Denmark itu. Karena hal ini mengandung perilaku pelecehan terhadap Agama Islam," katanya. Selain sebagai bentuk penghinaan terhadap agama Islam, pemuatan ini juga merupakan tindakan anarkis. "Tindakan ini telah menunjukkan seolah-olah Islam adalah aliran keras dan menjadikan sosok Nabi Muhammad sebagai seorang terorisme," ujarnya. MUI juga mendesak kepada pemerintah agar melakukan tindakan-tindakan yang bijak seperti melayangkan surat keberatan serta perlunya pembahasan di tingkat dunia melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). "Negara Indonesia memang bukan merupakan negara Islam, namun secara riil penduduk Indonesia mayoritas adalah beragama Islam. Oleh karena itu, bangsa Indonesia mempunyai kewajiban melakukan tindakan penolakan baik melalui langkah diplomatik maupun berbagai kebijakan lain yang sesuai dengan prosedur," katanya. Abdussomad mengatakan, ketika terjadi peristiwa Fatkhul Makkah (penaklukan Kota Makkah), pada waktu itu nabi memerintahkan umatnya untuk menghancurkan patung-patung yang menggambarkan sosok nabi-nabi terdahulu, karena nabi tidak boleh dipatung sebab ditakutkan nantinya akan disembah diseimbangkan dengan Allah. Dasar lainnya adalah ijma` atau kesepakatan para alim ulama tentang tidak bolehnya melukiskan Nabi Muhammad serta berdasarkan sadd az zariah atau tindak preventif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama dan menjaga kemurnian Islam baik segi aqidah, akhlak maupun syariah. Mengacu pada dasar dan sumber itu, Abdussomad mengatakan, MUI memutuskan untuk mengeluarkan fatwa yang berisi bahwa para nabi dan rasul seta keluarganya haram untuk divisualisasikan dalam bentuk film ataupundalam bentuk gambar. "Fatwa ini disahkan di Jakarta pada 2 Juni 1988 dan ditandatangani oleh Ketua MUI Pusat KH Hasan Basri dan Sekertaris, S Projokusumo. Sehingga dengan fatwa ini, juga bisa digunakan sebagai acuan hukum atas penolakan karikatur nabi di beberapa media massa di Denmark," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006