Jadi pemanfaatan hutan tidak hanya kayu saja tetapi juga pemanfaatan bukan kayu berupa kegiatan-kegiatan usaha yang bisa mencegah emisi ...
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) siap mendukung tercapainya komitmen pemerintah untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menerapkan multiusaha kehutanan.

"Jadi pemanfaatan hutan tidak hanya kayu saja tetapi juga pemanfaatan bukan kayu berupa kegiatan-kegiatan usaha yang bisa mencegah emisi dan menyerap GRK," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo di Jakarta, Rabu.

Kegiatan tersebut misalnya implementasi silvikultur intensif, pembalakan rendah dampak (Reduced Impact Logging), pengayaan hutan, pengelolaan dan restorasi gambut, serta agroforestry.

Baca juga: Menteri LHK: AS dukung Indonesia implementasikan Net Sink FOLU 2030

Indroyono dalam keterangannya menyatakan pelaku usaha akan mendukung pelaksanaan aksi mitigasi untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). Berdasarkan perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai target yang dicanangkan mencapai Rp204 triliun. Sekitar 55 persen dari kebutuhan tersebut diharapkan datang dari pihak swasta.

Pihak swasta yang terlibat dalam aksi mitigasi perubahan iklim, lanjutnya, diharapkan mendapat insentif melalui kebijakan carbon pricing yang telah ditetapkan pemerintah.

"Pada sektor kehutanan, capaian pengurangan emisi dan penyerapan GRK, diharapkan mendapat insentif melalui perdagangan karbon," katanya.

Sebelumnya Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dewanthi menjelaskan hasil konferensi perubahan iklim yang digelar di Glasgow, Skotlandia, akhir 2021 lalu mendesak semua negara melakukan aksi kolektif untuk mempercepat upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Indonesia sudah berkomitmen untuk mencapai penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 41 persen pada 2030 dengan dukungan internasional. Selain itu Indonesia juga sudah mendaftarkan dokumen Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) tahun 2050.

Baca juga: Sektor kehutanan ditargetkan sumbang 60 persen penurunan emisi karbon

Berdasarkan dokumen tersebut Indonesia menargetkan untuk mencapai FoLU Net Sink pada tahun 2030. Berarti, kata Laksmi tingkat serapan emisi sektor FoLU (Forest and other Land Use/hutan dan penggunaan lahan) ditargetkan sudah berimbang atau lebih tinggi dari pada tingkat emisinya.

"Sektor FoLU ditargetkan dapat menurunkan hampir 60% dari total target penurunan emisi nasional," katanya pada "International Seminar & Conference on Climate and Sustainable Development" yang digelar secara hibrid oleh Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Kalbar dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selanjutnya, setelah 2030 Sektor FoLU ditargetkan sudah dapat menyerap GRK bersamaan dengan kegiatan penurunan emisi dari aktivitas transisi energi atau dekarbonisasi serta kegiatan eksplorasi sektor lainnya untuk mencapai netral karbon/net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Profesor Jatna Supriyatna dari Research Center for Climate Change Universitas Indonesia mengingatkan perubahan iklim saat ini adalah salah satu isu yang paling besar di dunia karena dampaknya yang luas bagi masyarakat dunia.

"Kenaikan suhu sebanyak 2 derajat akan menghilangkan hutan, sumber pangan, dan perikanan," katanya.

Gubernur Kalbar Sutarmidji menyatakan saat ini Indonesia sebagai salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia adalah benteng dari perubahan iklim. Untuk mempertahankan hutan, Kalbar terlibat dalam berbagai inisiatif di tingkat nasional maupun Internasional seperti Governor Climate and Forest (GCF) Task Force.
 

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022