Yogyakarta (ANTARA) -
Kementerian Kesehatan menyampaikan pertemuan Health Working Group (HWG) pertama G20 menyepakati harmonisasi protokol kesehatan global yang diusulkan Indonesia.
 
"Kita sudah mendapatkan kesepakatan dari negara-negara G20 mengenai harmonisasi protokol kesehatan dan pengakuan sertifikat vaksin dalam perjalanan," ujar Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu, dalam konferensi pers HWG pertama G20 di Yogyakarta, Selasa.
 
Ia mengatakan dalam harmonisasi protokol kesehatan global itu negara-negara G20 mendorong proses digitalisasi untuk saling pengakuan soal vaksinasi dan verifikator universal.

"Implementasi sertifikat digital harus mempertimbangkan inklusivitas dan mengenali
Dalam membahas implementasi proses digitalisasi itu, ia menekankan Indonesia menggarisbawahi perlunya memastikan masalah keamanan dan interoperabilitas, antara negara dan kawasan.
 
Di samping itu, kata dia, negara G20 juga perlu mendukung negara-negara berkembang untuk memiliki infrastruktur dan kapasitas yang memadai dalam menyelaraskan versi digital dokumen kesehatan.
 
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan itu, Maxi menyampaikan Indonesia akan terlibat dengan kelompok kerja teknis di bawah organisasi internasional terkait untuk membahas lebih lanjut dalam tata kelola di tingkat kebijakan mengenai teknis proposal.
 
Ia mengharapkan protokol perjalanan dan pengakuan sertifikat vaksin COVID-19 di pintu masuk berbagai negara dapat mendorong mobilitas global dan mempercepat pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19.
 
"Momen G20 tahun ini berada pada posisi yang sangat strategis untuk memperbaharui komitmen politik antar negara anggota G20. Tujuannya tidak hanya untuk mewujudkan perjalanan internasional yang aman dan tertib selama pandemi, tetapi juga untuk mempercepat pemulihan ekonomi," katanya.
 
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa setiap negara tetap diberikan fleksibilitas saat akan memberikan persyaratan.
 
Ia menambahkan negara diberikan kebebasan menerapkan aturan prokes di negaranya, dengan catatan prosedurnya harus jelas dan terbuka, yakni bisa diakses seluruh dunia.
 
"Mengharmonisasi standar protokol kesehatan global itu tidak menyamakan prokes. Apabila ada negara yang menerapkan prokesnya masing-masing tetap diperbolehkan, tapi setidaknya jika travel dibuka prosesnya akan sama. Prinsipnya harmonisasi kita sangat menghargai kedaulatan masing-masing negara, kita tidak bisa intervensi," ujar Menkes.*

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022