Pasuruan, Jawa Timur (ANTARA News) - Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa, mengatakan, Indonesia tidak akan membangun ekonomi dengan sistem neoliberalisme, karena itu Indonesia menolaknya.

"Kita tolak sistem ekonomi neoliberalisme. Sebaliknya kita perlu membangun pasar sosial yang berkeadilan, keterbukaan, kejujuran, serta keseimbangan, dengan bantuan tangan negara," katanya di Pasuruan, Jawa Timur, Minggu.

Ia mengemukakan hal itu saat memberikan ceramah tentang ekonomi syariah di Musyawarah Kerja Nasional (Musykernas) II Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) di Pesantren Persis Putri Bangil, Pasuruan.

"Karena itu warga masyarakat yang berada di sekitar sumber daya alam harus mendapatkan akses ekonomi sehingga hidupnya sejahtera. Tidak boleh ada warga masyarakat di sekitar sumber daya alam yang hidupnya serba kekurangan," katanya.

Realitanya, lanjut Hatta Radjasa, justru sebaliknya, karena banyak warga masyarakat yang tinggal di sekitar sumber daya alam potensial yang hidupnya dalam kondisi serba kekurangan.

Hatta Radjasa memberi perumpamaan, seorang ibu yang memasak makanan yang harum dan aroma makanannya sampai ke tetangga sebelah, tapi dia tidak memberinya, meski tetangganya telah berkecukupan, maka ibu tersebut bisa dosa.

Warga masyarakat yang ada di sekitar sumber daya alam yang potensial harus mendapat akses ekonomi agar bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Hatta Radjasa juga mengungkapkan, tanah-tanah yang terlantar perlu diambil alih oleh negara untuk diolah sebagai sumber kemakmuran warga masyarakat.

"Pemerintah bukan mengambil alih kepemilikannya, tapi mengambil alih untuk diolah untuk meningkatkan kemakmuran warga masyarakat," tegasnya, disambut tepuk peserta Musykernas II PP Persis.

Hatta Radjasa memberikan gambaran, kepemilikan tanah di Indonesia sekarang ini hanya rata-rata 0,3 hektare.

"Jika lahan tersebut diolah hanya menghasilkan sekitar 1,5 ton dengan harga sekitar Rp3 ribu per kilogram, sehingga petani hanya mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp9 juta per tahun, atau tidak sampai Rp1 juta per bulan," katanya.

Agar warga masyarakat miskin tersebut mendapaatkan akses ekonomi, maka pemerintah perlu mencetak lahan baru, dan mendistribukannya kepada warga masyarakat. (ANT-MSW)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011