Kami juga, khususnya BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) melakukan digitalisasi pelayanan dalam rangka mempermudah akses pelayanan sertifikasi kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak kalangan pelaku usaha perikanan untuk dapat memanfaatkan digitalisasi pelayanan dalam rangka meningkatkan jaminan mutu produk sehingga dapat meningkatkan daya saing produk perikanan nasional.

"Kami juga, khususnya BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) melakukan digitalisasi pelayanan dalam rangka mempermudah akses pelayanan sertifikasi kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan," kata Plt Kepala BKIPM Hari Maryadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Hari Maryadi menegaskan persyaratan teknis khususnya jaminan kesehatan, mutu dan keamanan hasil perikanan menjadi poin krusial di tengah ketatnya persaingan di pasar global.

Karenanya, dia mengajak para pelaku usaha kelautan dan perikanan untuk memenuhi persyaratan tersebut agar produk perikanan Indonesia bisa bersaing dengan produk negara lain.

KKP, ujar Hari, tengah melakukan terobosan dengan mengimplementasikan Quality Assurance hasil perikanan hulu-hilir melalui sertifikasi jaminan kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan.

Sejalan dengan upaya terobosan tersebut, Hari memastikan BKIPM telah melakukan langkah-langkah kegiatan strategis seperti bimbingan teknis (Bimtek) Verifikator Quality Assurance (QA) di 15 daerah, pencanangan Sertifikasi Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SJMKHP) untuk 10.000 sertifikat kepada pemasok/UMKM bidang perikanan. Terakhir, mendorong terbentuknya sistem kelola penanganan mutu berstandar nasional dan internasional.

"Selain itu berbagai Perjanjian Kerja Sama dan MoU telah dilaksanakan bersama instansi terkait untuk mendukung program akselerasi KKP," ujarnya.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menginginkan layanan registrasi atau pendaftaran kapal ikan dapat didekatkan dan disosialisasikan lebih gencar agar nelayan kecil di berbagai daerah dapat memahami manfaatnya.

"Kurangnya kesadaran nelayan untuk mengurusnya (registrasi kapal), hal tersebut dikarenakan tidak jelasnya keuntungan nelayan jika memenuhi atau mengurus registrasi kapalnya," kata Ketua Harian KNTI Dani Setiawan kepada Antara di Jakarta, Senin (10/1).

Menurut Dani, pihaknya telah melakukan survei terkait beberapa faktor penyebab lambatnya registrasi kapal nelayan. Ia mengungkapkan, hasilnya adalah nelayan umumnya menilai masih belum optimalnya fungsi pemerintahan dalam pelabuhan perikanan.

"Harapannya fungsi pemerintahan bukan hanya dioptimalkan di Pelabuhan Perikanan tipe PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera), PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara), PPP, (Pelabuhan Perikanan Pantai) juga skala PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan), sehingga mendekatkan pelayanan dalam pengurusan registrasi kapal," ucapnya.

Kedua, menurut dia, adalah karena terpisahnya fungsi-fungsi pelayanan di instansi yang berbeda sehingga sebaiknya pelayanannya bisa terintegrasi.

Saat ini, lanjutnya, nelayan kesulitan mengurus karena yang satu menjadi kewenangan Dinas Provinsi dan satu lagi KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan), terlebih jarak tempuh juga menjadi kendala, apalagi di daerah-daerah kepulauan.

"Contoh misalnya, nelayan Demak harus ke Jepara untuk mengurus pas kecil. Atau dalam bahasa sederhana, pelayanan registrasi kapal nelayan harus memudahkan dan mendekatkan infrastruktur pelayanan ke nelayan langsung," ujarnya.

Baca juga: Rencana zonasi laut dorong kemudahan perizinan investasi kelautan

Baca juga: Pengamat sebut perizinan perikanan budi daya masih berbelit di daerah

Baca juga: KKP jamin izin perikanan dipermudah pada era penangkapan terukur

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022