Pekanbaru (ANTARA News) - Ketua Komisi D dari Fraksi PPP di DPRD Provinsi Riau, Syarif Hidayat, mengharapkan proses `reshuffle` baru-baru ini dan juga di masa mendatang, bukan merupakan ajang dan pola politik `kambing hitam`.

"Tegasnya, rakyat yang semakin melek politik dan demokrasi, enggan melihat beragam kegiatan di tingkat elite, termasuk `reshuffle` hanyalah bagian dari manuver politik untuk saling menekan, bukan untuk membangun," katanya di Pekanbaru, Rabu.

Tetapi memang, ia merasa tidak banyak rakyat yang peduli dengan perombakan menteri (`reshuffle`) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid dua oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono baru-baru ini.

"Ini terjadi, karena masih kental tercium `aroma politisasi` ketimbang benar-benar seratus persen ingin membentuk kabinet kerja," ujarnya.

Hanya saja, pihaknya berharap, proses `reshuffle` kali ini kiranya dapat memberi dampak positif, terutama berkaitan dengan upaya mempercepat pembangunan di berbagai daerah secara adil serta merata.

"Tapi memang patut disayangkan, `reshuffle` ini belum bisa dikatakan telah mencerminkan kebijakan yang sesungghnya untuk membentuk kabinet kerja, karena nuansa politisnya masih begitu kental," tandasnya.

Selain itu, menurutnya, ada potensi konflik atau munculnya indikasi politik `kambing hitam` serta balas dendam yang dikhawatirkan masih membayangi tersusunnya komposisi personalia KIB Jilid dua ini.

"Buktinya, kasus yang menimpa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, terkait pernyataan Mensesneg Sudi Silalahi tentang masalah di balik `penggeseran` Fadel dari posisinya, lalu diganti orang lain," ungkapnya.

Ia juga menyorot kritis tentang adanya beberapa menteri yang saat ini tengah menghadapi sejumlah permasalahan politik dan tengah diperiksa terkait dugaan penyelewengan dana negara, justru tidak terkena `reshuffle`.

"Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan `besar` di ranah publik," kata Syarif.

Sementara itu, pemerhati politik yang juga Guru Besar Universitas Riau, Prof Dr Alimin Siregar, sebelumnya juga berpendapat, `reshuffle` KIB Jilid dua tidak akan banyak memberikan perubahan positif bagi negeri.

"Mau siapa pun menterinya pasti akan memiliki kepentingan, baik kepentingan kelompok atau partainya dan sebagai macamnya. Selain itu, tetap saja mereka tidak akan bisa menerapkan kebijakan sendiri atau secara individu. Pasti terikat pada kepentingan kelompok," kata Alimin.

`Reshuffle`, menurut dia, hanya akan menjadi peluang politik dan rentan terhadap gratifikasi.

"Sebab, siapa pun dia, apakah calon menteri perorangan atau yang melalui partai, tentu akan memiliki tujuan-tujuan pribadi. Atau malahan bisa saja hanya sebatas kepentingan pribadi dan kelompok atau partai tertentu.

"Kalau sudah demikian, tentu dipastikan perombakan kabinet menteri tidak akan memberikan perubahan positif yang signifikan. Jadi tidak usahlah dulu berharap terlalu banyak dari `reshuffle` yang dilakukan barusan," kata dia.

Alimin juga berpendapat, yang paling penting dan harus diterapkan oleh KIB sekarang, ialah sebuah ketegasan bersikap.

"Hal ini yang sejauh ini menurut saya belum tampak. Jika tidak ada ketegasan dalam kepemimpinan, maka hal demikian tentunya akan menyebabkan keterpurukan yang kian mendalam," ujar Alimin Siregar. (FZR/M036)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011