Juba (ANTARA News) - Sekitar 80 orang, termasuk 60 gerilyawan, tewas Sabtu ketika pasukan pemerintah di negara bagian Unity yang kaya minyak di Sudan Selatan memukul mundur serangan gerilyawan, kata beberapa pejabat.

"Ada serangan milisi pada pukul 5 atau 6 pada pagi hari (pukul 9-10 WIB) di daerah Mayom," kata menteri informasi Unity Gideon Fatpan Thoar, lapor AFP.

Thoar mengatakan gerilyawan, sebagian besar dari mereka berperang di bawah bendera Tentara Pembebasan Sudan Selatan (SSLA), menyerang kota Mayom dan bahwa kebanyakan korban warga sipil adalah warga yang tewas tertembak ketika melarikan diri untuk mencari perlindungan.

"Kami sedang menghitung mayat sekarang, tapi 60 lebih anggota milisi telah tewas dan banyak lagi yang terluka," kata Thoar, yang menambahkan bahwa 15 warga sipil juga telah tewas dalam serangan itu.

Di antara mereka yang tewas adalah petempur pemberontak terkenal Kolonel Ruadheal Gatwech, katanya. Pasukan SPLA juga telah menangkap seorang tentara di kota Mayom dan tiga lainnya di bagian timur daerah itu.

"Situasi telah terkendali ... Gerilyawan masih diburu," kata Thoar pada AFP.

Para pejabat tidak dapat memberikan jumlah tepatnya berapa banyak gerilyawan yang menyerang Mayom, tapi mengatakan mereka "ratusan" dan datang dari Kordofan Selatan, sebuah negara bagian di perbatasan baru Sudan, tempat konflik antara pasukan pemerintah dan gerilyawan berkobar sejak Juni lalu.

"Mereka diorganisir di Kordofan Selatan. Mereka orang Sudan Selatan yang didukung oleh Khartoum dan dilatih di sana," kata Philip Aquer, juru bicara militer Sudan Selatan.

Sudan Selatan telah memisahkan diri secara damai dari utara pada Juli lalu menyusul referendum yang diminta menurut perjanjian perdamaian 2005 yang mengakhiri perang saudara 22 tahun, dan kedua pihak saling menuduh telah membiayai kelompok gerilyawan.

Aquer mengatakan 11 warga sipil telah tewas dan 16 terluka dalam pertempuran itu. Sebanyak enam tentara yang lain dan tiga polisi juga tewas.

Menurut Thoar, gerilyawan itu tidak memberikan motif serangan, tapi menduga mereka datang dari Kordofan Selatan untuk membantu milisi setempat "mengganggu perlucutan senjata" di Unity yang sudah berhasil mengumpulkan 1.000 senjata, separuh lebih dari senjata itu di Mayom.

Gerilyawan yang dipimpin oleh komandan Matthe Pul Jang Mereka juga datang untuk membantu pemimpin milisi lainnya di Sudan Selatan, dan telah bentrok dengan pasukan SPLA, Jumat, di Tor Abith dan Tumur.

Thoar mengatakan serangan serius terakhir di Unity adalah pada awal Oktober lalu, ketika kelompok gerilyawan itu diduga telah meletakkan sebuah ranjau anti-tank yang menewaskan 20 orang di sebuah bus penumpang, dan sebelumnya insiden ranjau lainnya pada September.

Pada Jumat, SPLA memberi PBB dan badan bantuan waktu sepekan untuk meninggalkan Unity dan berjanji untuk melawan dengan keras rezim Gubernur Deng Taban yang gerilyawan itu tuduh telah melakukan pelanggaran HAM.

Puluhan badan bantuan seperti Care International, The Intenational Rescue Committee, Medecin Sans Frontier dan Palang Merah Internasional bekerja di Unity, berdampingan dengan kehadiran PBB yang besar. (S008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011