Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik memberikan peluang lebih besar kepada perusahaan nasional mengoperasikan lapangan-lapangan minyak guna mengamankan kebutuhan domestik dalam jangka panjang.

Menurut Ketua Umum Aspermigas, Effendi Sirajuddin di Jakarta, Minggu, salah satu cara untuk mewujudkan kemandirian energi nasional tersebut melalui negosiasi ulang dengan kontraktor minyak asing yang akan segera berakhir kontrak pengoperasian lapangan-lapangan minyaknya.

Effendi melanjutkan, langkah tersebut sejalan dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menugaskan menteri ESDM hasil "reshuffle" baru-baru ini, agar membicarakan perpanjangan kontrak bidang pertambangan dan migas secara baik-baik dengan menghimpun potensi nasional.

"Ini momentum yang tepat bagi pemerintahan SBY untuk menoreh tinta emas dengan melakukan `hystorical turning point` yang mampu mengeluarkan Indonesia dari kemungkinan kebangkrutan negara," kata Effendi.

Ia menegaskan bahwa Aspermigas berkomitmen untuk mendukung kebijakan di sektor strategis ini. Dalam kalkulasi Aspermigas, jika pengalihan lapangan minyak dari kontraktor asing bisa dilakukan dengan pendekatan "business to business" dan bersahabat, maka ketergantungan minyak impor akan tersisa menjadi sepertiga.

Effendi mengingatkan prospek industri migas Indonesia masih menarik bagi investor asing. Mengutip penilaian Departemen Energi Amerika, Indonesia diperkirakan memiliki prospek eksplorasi cadangan baru sebesar 40 miliar barel.

Namun dari cadangan itu yang tersisa tinggal lima miliar barel, karena 35 miliar barel telah diproduksi asing selama 120 tahun.

"Sisa cadangan yang lima miliar barel ini seyogianya dikelola sendiri untuk memberi peluang kepada munculnya banyak pemain nasional berkelas global," ujarnya.

Dihubungi terpisah, tokoh perminyakan nasional yang juga mantan CEO dan Chairman Medco Energy, John S. Karamoy, menilai bahwa problematika yang dihadapi Indonesia dalam menaikkan produksi minyak bukan menyangkut masalah teknis dan operasional. Melainkan, lebih banyak terkait dengan masalah non-teknis.

Menurut John, dari aspek teknis atau di bawah permukaan (below the ground) terkait dengan prospek, cadangan, biaya, teknologi, manajemen, sumber daya manusia, praktis tidak ada masalah. Sebab secara teknis, kemampuan SDM lokal sudah mampu menggantikan posisi tenaga asing dalam segala tingkatan.

"Yang rumit adalah masalah non-teknis atau di atas permukaan (above the ground) seperti birokrasi berbelit-belit, tumpang tindih lahan dan wewenang, otonomi daerah, ketidakpastian hukum. Ini sangat mengganggu peningkatan produksi," katanya.

John Karamoy mengingatkan pertumbuhan ekonomi tak bisa lepas dari pertumbuhan energi. Untuk setiap satu persen pertumbuhan ekonomi butuh sekitar satu persen pertumbuhan energi, sesuai dengan efesiensi negara masing-masing.

"Jadi kalau kita butuh pertumbuhan ekonomi enam persen, maka diperlukan pertumbuhan energi sebesar enam persen," kata John.
(T.F004/A023)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011