Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menilai pembentukan holding BUMN pertahanan yang bernama Defend ID dapat memperkuat industri pertahanan dalam negeri.

“Indonesia adalah negara dengan jumlah pulau sangat banyak, agak sulit jika kita mempunyai sistem pertahanan yang berbeda, misalnya hanya daratan saja. Jadi memang kita perlu memperkuat industri pertahanan, salah satu caranya dengan membuat holding ini,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia menilai jika Defend ID bisa berjalan secara efisien sebagai sebuah holding, maka Indonesia bisa menghasilkan produk-produk pertahanan yang sangat dibutuhkan untuk darat, laut, udara.

Baca juga: Presiden: Defend ID jadi transformasi ekosistem industri pertahanan

Menurut dia, ancaman fisik serangan terhadap Indonesia tetap ada, misalnya di Laut Cina Selatan yang merupakan ancaman nyata karena sampai sekarang kapal-kapal negara asing masuk di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.

“Jumlahnya puluhan mungkin ratusan. Sementara nelayan kita berada di teritorial kita, itu salah satu (ancaman) yang nyata,” ujarnya.

Fadli menilai berbagai ancaman tersebut memerlukan alat utama sistem senjata (Alutsista) yang kuat, seperti kapal, kapal cepat, drone, dan satelit.

Baca juga: Presiden luncurkan holding BUMN industri pertahanan Defend ID

Dia mencontohkan alutsista tersebut dapat digunakan untuk memantau kondisi di LCS, seperti kapal-kapal yang memasuki wilayah teritorial Indonesia dan ZEE.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan holding BUMN industri pertahanan yang bernama Defence Industry Indonesia atau disingkat Defend ID dalam acara peluncuran di hanggar fasilitas kapal selam PT PAL Indonesia di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (20/4).

Menurut Presiden, pembentukan Defend ID sejalan dengan kebutuhan Indonesia dalam upaya membangun kemandirian industri pertahanan yang bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan siap memasuki pasar luar negeri.

Baca juga: PT Len Industri resmi menjadi induk Holding BUMN Industri Pertahanan

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022