Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta kepada anggota komisi agar tolok ukur program legislasi yang dirumuskan DPR tidak berdasarkan dari banyaknya undang-undang yang dilahirkan, namun dari kualitasnya.

"Kerja legislasi DPR tidak hanya sekadar kuantitas, tapi soal kualitas," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Membuat undang-undang menurut dia tidak bisa sembarang, tidak bisa sekadar memasang target jumlah 100 atau 200 UU.

"Namun, yang jauh lebih penting adalah UU itu dibahas dengan mekanisme yang benar serta memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat," tutur Puan. Hal itu pula kata dia yang menjadi dasar UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai salah satu produk legislasi yang disahkan pada Masa Persidangan IV DPR dengan membutuhkan waktu dalam proses pembahasannya.

"UU TPKS merupakan hadiah buat seluruh masyarakat Indonesia menjelang peringatan Hari Kartini. Payung hukum ini bertujuan menjaga dan mengayomi, bukan hanya untuk perempuan melainkan untuk satu bangsa Indonesia," ucap Puan. UU tersebut katanya lahir atas kolaborasi dan sinergi yang apik antar semua pihak. Dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusannya, UU itu juga berusaha mengakomodasi dan memberi ruang yang luas untuk publik berpartisipasi secara aktif untuk memastikan kualitasnya.

Baca juga: Kerja legislasi dalam pusaran pagebluk

Baca juga: Pengamat harap RUU Cipta Kerja koreksi kriteria UMKM nasional


Pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi produk hukum terakhir yang disahkan DPR RI sebelum Ketua DPR RI Puan Maharani menutup Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 pada 14 April 2022. Selain UU TPKS, pada Masa Persidangan IV, DPR telah melakukan pengambilan keputusan terhadap 3 rancangan undang-undang sebagai usul inisiatif DPR.

"Produk legislasi DPR harus memiliki landasan sosiologis yang kuat dan memberikan manfaat untuk memajukan kesejahteraan rakyat serta mencapai kemajuan Indonesia," ujar Puan. Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kanti W Janis mengapresiasi upaya Puan Maharani dalam menyerap aspirasi publik saat proses perumusan Undang-Undang TPKS. Ia menyebut Puan merespons serius serta cepat menanggapi masukan masyarakat.

"Ini bukan hanya soal bagaimana proses aspirasi politik itu diperhatikan, tapi ada kepemimpinan yang efektif terutama dari pimpinan DPR. Saya kira ke depan kita butuh banyak model kepemimpinan politik yang berwibawa dan efektif seperti Puan Maharani," kata Kanti. Kanti yang juga aktif dalam gerakan literasi mengatakan lahirnya UU TPKS merupakan salah satu tanda zaman bahwa Indonesia memasuki era modern sesungguhnya.

"Ciri utama negara modern adalah memberi perlindungan nyata tidak hanya untuk perempuan, namun juga kelompok rentan lain," ucap Kanti. Kanti berharap penerapan UU tersebut benar-benar tegas dan tidak memberikan celah bagi pelaku kejahatan seksual untuk bebas, serta mampu mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual.

"Tentu agar UU ini menjadi hukum yang hidup di masyarakat, kita harus awasi dan kawal bersama implementasinya," ujar Kanti.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022