Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai diperlukan reformasi kebijakan dan paradigma untuk menyelesaikan berbagai hambatan masuknya investasi ke sektor hulu pertanian di Indonesia, seperti mengatasi permasalahan lahan, kurangnya infrastruktur serta rumitnya perizinan.

"Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor pertanian penting karena bisa membawa teknologi baru, meningkatkan kapasitas manajerial, dan pengetahuan serta koneksi ke pasar global," kata Associate Researcher CIPS Donny Pasaribu dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.

Investasi dapat meningkatkan daya saing dan produktivitas. Donny menilai dalam mengatasi tantangan untuk menyediakan pangan berkualitas tinggi butuh keterbukaan perdagangan dan niat untuk melakukan perubahan kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi di sektor pertanian Indonesia.

Selain permasalahan lahan seperti kejelasan kepemilikan lahan dan potensi konflik yang ditimbulkannya, penelitian CIPS juga menemukan perlunya perbaikan dan ketersediaan infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan dan listrik di luar Pulau Jawa. Infrastruktur pendukung pertanian di luar Pulau Jawa perlu ditingkatkan karena lahan luas yang dibutuhkan untuk sektor pertanian berskala besar masih tersedia.

Donny menilai meskipun beberapa investor bersedia untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan, namun margin keuntungan yang tidak terlalu besar di sektor pertanian dapat mengurangi minat investasi.

Pemerataan ketersediaan infrastruktur pendukung sektor pertanian juga akan memunculkan sentra produksi pangan baru di luar Pulau Jawa dan menghemat biaya logistik, yang berperan cukup besar dalam pembentukan harga pangan.

Donny mengatakan bahwa reformasi yang lebih luas di luar permasalahan lahan dan infrastruktur, termasuk yang berkaitan dengan keterbukaan perdagangan dan peran BUMN dalam mencapai tujuan swasembada, juga diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor pertanian.

Penelitian CIPS mengungkapkan bahwa realisasi PMA di sektor pertanian hanya 3 hingga 7 persen dari total realisasi PMA antara 2015 dan 2019 berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2020.

Salah satu alasan rendahnya realisasi PMA di sektor pertanian pada periode tersebut adalah masuknya beberapa subsektor penting seperti hortikultura dalam daftar negatif investasi atau daftar sektor yang tertutup atau dibatasi untuk investasi asing.

“Perdagangan terbuka dapat menjadi solusi. Perdagangan terbuka tidak hanya akan membuat harga pangan lebih terjangkau, tetapi juga akan memperbaiki dampak negatif dari kebijakan di masa lalu di sektor ini. Hal ini akan membuat petani dan investor bisa mengalokasikan sumber dayanya sejalan dengan tujuan keuntungan dan peningkatan produktivitas mereka,” kata Donny.

Untuk meningkatkan kepercayaan investor lebih lanjut, reformasi kebijakan juga perlu terus dilakukan terhadap regulasi Indonesia, yang kerap dianggap rumit dan berubah-ubah.

Baca juga: Peneliti: Holding BUMN pangan harus terbuka dengan kompetisi pasar

Baca juga: Peneliti: Investasi strategis tingkatkan daya saing pertanian

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022