... AIPMC menyambut baik perubahan di Myanmar walau tetap prihatin dengan terus konflik militer dengan kelompok etnik serta kelambatan reformasi politik dan perbaikan situasi HAM di sana....
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Masalah demokratisasi di Myanmar masih mengundang perhatian dari banyak kalangan. Salah satu terkini dari ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC), yang mendesak delegasi-delegasi KTT ke-19 ASEAN membahas hal ini.

Isu sentral adalah masalah konflik penguasa negara itu dengan kelompok etnik serta pelanggaran HAM di Myanmar.

Dalam pernyataan persnya di Gedung DPR Jakarta, Senin, AIPMC menyambut baik perubahan di Myanmar walau tetap prihatin dengan terus konflik militer dengan kelompok etnik serta kelambatan reformasi politik dan perbaikan situasi HAM di sana.

Karena itu,AIPMC --jaringan para anggota parlemen negara-negara ASEAN-- memandang penting bagi Indonesia sebagai ketua ASEAN berikut juga delegasi negara anggota ASEAN, memastikan masalah Myanmar itu secara resmi ditempatkan dalam agenda KTT ASEAN pada 2011.

Menurut Presiden AIPMC, Eva Sundari, pemerintahan Myanmar saat ini kurang beritikad mendorong proses reformasi di negaranya. Amnesti rutin bulan lalu hanya membebaskan 10 persen dari sekitar 200 tahanan politik. Sementara penangkapan-penangkapan warga dengan motif politik tetap saja berlangsung.

"Rekonsiliasi harus jadi syarat utama segala inisiatif politik demi perdamaian di Myanmar dan jadi indikator penting bagi suatu demokratisasi yang bermakna," ujarnya.

Yang tidak kalah penting, menurut dia, Indonesia sebagai ketua ASEAN juga negara-negara anggota ASEAN mengingatkan Myanmar agar mengambil langkah penting mewujudkan rekonsiliasi dan menawarkan bantuannya untuk proses ini.

Hal senada dikemukakan Wakil Presiden AIPMC, Kraisaj Choonhavan, anggota parlemen Thailand. Menurut dia, delegasi KTT ASEAN harus mendesak pemerintah AS dan Uni Eropa untuk terus menerus menekan terjadinya rekonsiliasi nasional sejati.

"Proses selama ini hanya digerakan oleh inisiatif individual Presiden Thein Sein dan bukan dari platform nasional. Perubahan yang tergantung pada itikad presiden itu sendiri bukanlah suatu reformasi," ujar Kraisak.

Pada kesempatan itu, AIPMC juga menyampaikan rasa prihatin atas terus berlangsungnya pelanggaran HAM di kawasan mega proyek, seperti proyek pemasangan pipa gas Yadana dan Shwe, yang didukung negara lain.

Proyek tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan parah dan pelanggaran HAM serius, perampasan tanah, pengusiran, penyiksaan dan kekerasan sistematik lainnya.

"Pelanggaran HAM terhadap warga biasa terus berlangsung meski pemerintah terus melancarkan lip service soal reformasi dari Naypyidaw. Kehidupan di bawah pemerintahan ini ternyata semakin buruk bagi kelompok etnik dan rentan dari sebelumnya," katanya. (D011)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011