Jakarta (ANTARA News) - Keputusan apa pun yang dibuat pemerintah tentang para debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tetap cacat hukum selama Inpres No.8 Tahun 2002 tentang release and discharge debitur BLBI masih dijadikan rujukan, kata seorang pengurus Indonesian Corruption Watch (ICW). "Apapun keputusan pemerintah (tentang debitur BLBI) tetap cacat hukum. Karenanya, Mahkamah Agung (MA) perlu segera membuat keputusan tentang gugatan hak uji material terhadap Inpres yang kami ajukan sejak 27 Mei 2003 lalu," kata Wakil Koordintor Badan Pekerja ICW, Danang Widoyoko, di Jakarta, Selasa. Dihubungi ANTARA News seusai bertemu seorang panitera MA untuk menanyakan nasib gugatan hak uji material terhadap Inpres itu, ia mengatakan, penundaan atas pengambilan keputusan tentang nasib judicial review itu justru tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada debitur dan para penegak hukum. Panitera yang ditemui pihaknya, lanjut Danang, hanya mengatakan gugatan tersebut belum diputus hakim MA tanpa bersedia menyebut siapa saja hakim yang menangani gugatan tersebut. "Kami hanya berharap MA segera membuat keputusan. Dan, dalam hal ini, MA diharapkan mampu menjaga independensinya dan tetap membuat keputusan berdasarkan hukum dan keadilan, bukan berdasarkan kepentingan eksekutif," katanya. Sebelumnya, Koordinator bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yunto, menegaskan bahwa proses pidana para debitur yang terjerat kasus BLBI tetap harus berjalan kendati mereka sudah mengembalikan pinjamannya. "Secara pidana harus tetap berjalan, karena para debitur BLBI itu baru memenuhi kewajibannya dari sudut perdata," katanya. Hingga kini, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih menggunakan Inpres itu untuk menjaring para debitor BLBI guna memenuhi kewajibannya, kata Emerson. Padahal, menurut dia, Inpres tentang "pelepasan dan pembebasan dari tuntutan hukum bagi para debitur BLBI" itu melanggar dan bertentangan dengan peraturan perndangan yang berlaku, seperti UUD 1945, TAP MPR, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Kejaksaan. Dengan demikian, segala akibat yang timbul dari Inpres itu, termasuk penghentian penyidikan (SP3) kepada para debitur BLBI harus dinyatakan cacat hukum, katanya. Terkait dengan gugatan hak uji material yng diajukan ICW bersama empat lembaga swadaya masyarakat serta 10 orang warga masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Tolak Pengampunan Konglomerat Pengemplang Utang sejak 27 Mei 2003 itu, ia mengatakan, pihaknya meminta MA agar memprioritaskan penyelesaian atas gugatan tersebut. Dalam pandangan pihaknya, kendati 22 orang debitur BLBI telah mendapatkan release and discharge (pelepasan dan pembebasan dari tuntutan hukum-red.), gugatan hak uji material terhadap Inpres itu belum diputus, kata Emerson. Masalah BLBI kembali menyita perhatian publik di Tanah Air setelah empat debitur BLBI -- James Januarsa (pemilik Bank Namura Yasonta), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Omar Putiari (Bank Tamara) dan Lukman Hastanto yang mewakili debitur Atang Latif (Bank Bira) -- datang ke Kantor Presiden pada 6 Pebruari lalu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006