Singapura (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi Singapura, Selasa, memulai persidangan sengketa penjualan saham di PT Adaro Indonesia, yang diajukan oleh Beckkett sebagai penggugat yang semula memiliki saham 40 persen di perusahaan pengelola tambang batubara di Kalimantan Selatan itu melalui salah satu jaringan usahanya, PT Asminco. Persidangan sengketa kepemilikan saham di PT Adaro yang memiliki cadangan batubara sebesar 2 juta ton dan melibatkan nama konglomerat Indonesia seperti Sukanto Tanoto dan Edwin Soeryadjaya itu cukup menarik perhatian media massa lokal Singapura maupun media massa internasional. Persidangan yang dipimpin oleh hakim Kan Ting Chiu itu dibuka untuk umum dengan agenda pembacaan gugatan setelah dua hari sebelumnya berjalan secara tertutup. Dalam gugatannya terhadap Deutsche Bank Singapura, Pengacara Beckkett Steven Chong meminta agar hak kepemilikan saham Beckkett yang telah dijual Deutsche Bank kepada PT Dianlia Setyamukti dipulihkan. Selain itu, Deutsche Bank dan PT Dianlia juga diharuskan menggantikan nilai kepemilikan saham Beckkett sesuai dengan nilai saat ini. Sengketa kepemilikan saham di PT Adaro bermula ketika pada 24 Oktober 1997, salah satu jaringan usaha Beckkett yang dimiliki oleh konglomerat Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo sebagai pemegang saham pasif, yakni PT Asminco Bara Utama (Asminco), yang mempunyai 40 persen saham di PT Adaro Indonesia dan PT Indonesia Bulk Terminal (IBT) mendapat pinjaman 100 juta dolar AS dari Deutsche Bank di Singapura. Asminco menjaminkan seluruh saham kepemilikannya di PT Adaro kepada Deutsche Bank. Beckkett juga bertindak sebagai penjamin atas pinjaman tersebut. Beckkett pemilik langsung Asminco melalui PT Swabara Mining & energy. Saham swabara milik Beckkett dan saham asminco milik swabara juga menjadi jaminan. Ketika pinjaman itu jatuh tempo pada Agustus 1998, Asminco tidak mampu memenuhi kewajiban bayarnya kepada Deutsche Bank sehingga terjadi gagal bayar. Deutsche Bank kemudian menjual saham-saham Beckkett di PT Adaro dan PT IBT. Pada 6 Desember 2001, Deutsche Bank mengajukan permohonan eksekusi kepada PN Jaksel untuk melaksanakan eksekusinya sebagai pemegang saham. Pada 11 Desember 2001, PN Jaksel menetapkan DB dapat melaksanakan eksekusi gadai dengan melakukan penjualan di bawah tangan kepada pihak ketiga sebagai pembeli. PN Jaksel pada 15 Februari 2002 menetapkan pelaksanaan cara eksekusi. Pada saat yang sama, Deutsche Bank menjual 40 persen saham PT Adaro Indonesia yang dijaminkan oleh Asminco kepada PT Dianlia Setyamukti milik Edwin Soeryadjaya seharga 46 juta dolar AS.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006