Saya suka sekali rasanya"
Nusa Dua (ANTARA News) - Bagi Muhtarr Jallow, singgah ke Indonesia pertengahan November ini bukan hanya demi menjalankan tugas untuk profesinya. Bagi wartawan asal Gambia ini, pergi ke Indonesia --khususnya Bali-- adalah untuk wisata kuliner.

Dia berada di Bali untuk meliput KTT ke-19 ASEAN, KTT ASEAN+3, dan KTT Asia Timur.  Tugasnya sederhana; mengumpulkan informasi dan melaporkannya untuk Gambia Info--perusahaan tempatnya bekerja.

Pria yang telah bekerja selama 30 tahun untuk Gambia Info itu berpenampilan "nyentrik".

Dia tampil menyolok dengan pakaian semacam jubah berwarna biru. Jelas itu adalah pakaian khas negaranya. Dia tinggi besar dengan warna kulit yang tidak terlalu terang.

Seperti juga keberaniannya untuk tampil beda dalam berpakaian, Jallow juga memiliki selera yang sama dengan kebanyakan orang Indonesia. Lidahnya gemar mengecap rasa nasi goreng.

"Saya suka sekali rasanya," kata Jallow.

Dia jatuh hati pada nasi goreng untuk pertama kalinya sekitar tahun 2000 saat bertugas di Taiwan.

Hotel tempatnya menginap menyediakan nasi goreng.  Tentu saha, Jallow langsung tertarik sejak pertama melihatnya.

Angannya melayang ke negerinya, dia teringat kepada salah satu makanan khas negaranya. Namanya Kinikando.

"Itu mirip nasi goreng, cuma rasanya sedikit berbeda," katanya.

Dia menduga perbedaan rasa antara nasi goreng dan Kinikando terletak pada bumbu yang digunakan. Bahan dasarya sendiri sama, yaitu nasi yang dipanaskan di dalam minyak panas.

Jallow tidak banyak bercerita soal ini karena dia memang tidak begitu paham bagaiman mengolah bumbu masakan.

Sejak kejadian di Taiwan, dia tahu tempat yang paling pas untuk mengecap nasi goreng. Indonesia!

Sejak dari Taiwan itu pula, Jallow mulai sadar bahwa makanan yang satu itu cukup dikenal di beberapa negara.

Lalu KTT ASEAN ke-19 membawanya ke Nusa Dua, Bali, Indonesia.  Dia memanfaatkan kesempatan itu untuk "berenang sambil minum air".  Dia bekerja sambil berwisata.

Selama meliput KTT, Jallow dan wartawan lainnya berada di pusat media di gedung berlantai tiga.  Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) namanya.

Pusat media berada di lantai paling atas. Di dalamnya ada sekitar 300 komputer yang tersambung dengan jaringan internet. Beberapa fasilitas lain juga disediakan; mulai dari studio mini hingga pusat layanan kesehatan.

Kabarnya, sekitar 1.500 wartawan akan memenuhi ruangan itu untuk meliput semua kegiatan KTT.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewa Broto mengatakan, pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp18 miliar untuk menyewa tempat dan fasilitas pusat media.

Salah satu tempat favorit wartawan adalah ruang makan. Tempatmua ada di luar ruang wartawan, tapi masih dalam gedung BNDCC.

Wartawan tidak akan kelaparan selama berada di pusat media. Bertumpuk-tumpuk aneka jenis makanan selalu tersedia pada saat telah ditentukan.

Pagi hari, para pencari berita bisa menikmati aneka menu sarapan, dari yang tradisional sampai yang tidak familiar di lidah orang Indonesia.  Menjelang siang, giliran aneka kue dan makanan kecil tersedia untuk disantap.

Siang harinya, aneka makanan berat dihidangkan, disusul berbagai jenis penganan ketika hari beranjak petang dan makanan berat lainnya ketika memasuki jam makan malam.

Hal yang sama juga terjadi di ruang para delegasi KTT ASEAN dan KTT terkait.

Mahasiswa diikutkan

Untuk melayani kebutuhan perut ribuan orang di dalam KTT, panitia penyelenggara mengerahkan sejumlah petugas. Mereka khusus menangani pengolahan dan penyajian makanan.

Tak hanya karyawan BNDCC yang dipekerjakan, ratusan mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Bali pun dikerahkan untuk menservis peserta KTT dan awak media.

I Putu Agus Sugihartawan, mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Bali, bercerita bahwa dia diminta bertugas di BNDCC bersama sekitar 500 orang temannya.

Semua mahasiswa itu bertugas menyajikan dan menjaga kenyamanan ruang makan wartawan, dan tentu saja para delegasi peserta KTT.

Setiap mahasiswa bertugas selama delapan jam, mulai pukul tujuh pagi waktu Indonesia tengah.  Setiap hari ada dua jam kerja, yaitu 07.00-15.00 WITA dan 15.00-23.00 WITA.

"Mereka yang mau kerja lebih dari delapan jam, bisa mendapatkan bayaran lebih," katanya.  Dia enggan menyebutkan jumlah bayaran yang diterimanya.

Para "karyawan sewaan" itu bertanggunjawab penuh terhadap setiap menu yang dihidangkan. Putu yang kuliah pada jurusan Tata Hidangan bertugas menjaga kerapian.  Dia juga mesti menjamin tersedinya menu-menu begitu masa saji makanan berlaku.

Uniknya, dia tidak hafal menu apa saja yang akan disajikan selama KTT yang akan berakhir pada 19 November 2011 itu.

Dia juga tidak mengetahui pasti apakah nasi goreng atau makanan khas lain ada dalam barisan menu-menu itu.  Yang jelas nasi goreng pasti sudah dinanti Muhtarr Jallow.

Mungkin ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk tidak ceroboh dengan tidak memanfaatkan dana miliaran rupiah dan forum internasional itu sebagai media promosi budaya dan kuliner Indonesia. Nasi goreng yang difavoriti Muhtarr Jallow diantaranya.(*)

F008/Z002

Oleh F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011