Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan fasilitas kesehatan (faskes) yang menjadi mitra kerja di tingkat primer maupun rujukan wajib terakreditasi sesuai regulasi.

"Peraturan tentang kewajiban rumah sakit untuk menyandang status akreditasi ini bukan hal baru. Itu sudah ada aturannya sejak lama di Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009," kata Ghufron Mukti melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan seluruh rumah sakit wajib terakreditasi, tapi khusus Puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi diatur dalam Permenkes Nomor 46 Tahun 2015.

Baca juga: BPJS Kesehatan gandeng tiga mitra perbankan tingkatkan mutu FKTP

Ghufron mengatakan ketentuan itu untuk meningkatkan mutu pelayanan dan melindungi keselamatan pasien JKN-KIS. "Hal ini untuk memberikan kepastian layanan bagi pasien sehingga mereka menerima layanan yang berkualitas dan terstandar, sebab keselamatan pasien adalah prioritas utama," katanya.

Hal itu dikemukakan Ghufron dalam webinar yang diselenggarakan Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) dan Komunitas Relawan Emergensi Kesehatan (KREKI), Selasa (26/4).

Ghufron mengatakan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020, rumah sakit baru yang telah memperoleh izin operasional dan beroperasi setidaknya dua tahun, wajib mengajukan permohonan akreditasi.

Sertifikat akreditasi rumah sakit juga ditetapkan sebagai syarat yang wajib dipenuhi oleh rumah sakit yang hendak bekerja sama atau memperpanjang kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

“Di samping agar fasilitas kesehatan bisa memberikan layanan terstandar kepada pasien, akreditasi juga merupakan jalan untuk meningkatkan tata kelola fasilitas kesehatan dan tata kelola klinis," ujarnya.

Dengan adanya status akreditasi, kata Ghufron, fasilitas kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan secara berkelanjutan dan melindungi keselamatan pasien JKN-KIS.

Baca juga: BPJS Kesehatan sediakan layanan kesehatan dan takjil di 7 Posko Mudik

Ghufron mengatakan berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Tahun 455 Tahun 2020, survei akreditasi tidak bisa dilaksanakan sementara waktu karena pandemi COVID-19, sehingga rumah sakit yang terkendala proses akreditasi/reakreditasi bisa membuat surat pernyataan komitmen mutu sebagai syarat kelanjutan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Sertifikat akreditasi dan pernyataan komitmen masih tetap berlaku dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak surat edaran tersebut ditetapkan, kata Ghufron menambahkan.

“Pada tahun 2020-2021, ada 578 rumah sakit yang telah membuat pernyataan komitmen untuk menjaga dan melakukan upaya peningkatan mutu. Untuk FKTP, disyaratkan membuat pernyataan komitmen mutu sebagai pengganti akreditasi,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2020, terdapat 9.153 atau 89,17 persen Puskesmas yang sudah terakreditasi. Sementara di tingkat rujukan, sampai dengan Maret 2022, sebanyak 78 persen rumah sakit sudah terakreditasi.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Abdul Kadir mengatakan pihaknya menargetkan 100 persen rumah sakit bisa terakreditasi pada 2024.

“Pandemi menyebabkan penundaan proses akreditasi. Oleh karena itu, ke depannya pelaksanaan akreditasi dilaksanakan secara hybrid," katanya.

Kemenkes juga menambah lima lembaga akreditasi independen untuk mempercepat proses akreditasi. Selain Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), proses akreditasi juga bisa dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI), Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (LAM-KPRS), Lembaga Akreditasi Rumah Sakit ‘Damar Husada Paripurna’ (LARS DHP), Lembaga Akreditasi Rumah Sakit (LARS), dan Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (LARSI).

Baca juga: BPJS Kesehatan pastikan layanan peserta JKN-KIS aman saat mudik

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022