Nusa Dua (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengusulkan agar konektivitas maritim atau melalui jalur laut diperkuat karena selama ini program konektivitas ASEAN dinilai masih lebih mengemuka melalui jalur darat.

"Kami ingin melihat adanya konektivitas di negara-negara ASEAN secara maritim," kata Sekretaris Jenderal Hipmi, Harry Warganegara, dalam konferensi pers KTT ke-19 ASEAN yang digelar di Nusa Dua, Kamis.

Menurut dia, selama ini yang kerap mengemuka adalah proyek pembangunan rel kereta api yang akan menghubungkan antara Kunming (China) hingga ke Singapura.

Ia berpendapat, hal tersebut dapat dinilai tidak adil karena berarti jalur konektivitas tersebut tidak menghubungkan atau melewati tiga negara ASEAN lainnya yaitu Indonesia, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Selain itu, Harry juga mengutarakan harapannya agar berbagai negara tidak melihat kawasan ASEAN sebagai pasar tetapi lebih kepada mitra kerja yang dapat bermanfaat bagi pengembangan UKM ke depan.

Proyek konektivitas ASEAN yang menghubungkan jalur maritim di antara negara-negara anggota ASEAN akan dibangun dalam bentuk pelabuhan internasional di Davao (Filipina) hingga Bitung (Sulawesi Utara, Indonesia).

"Kami telah melakukan kajian dalam membangun konektivitas ASEAN dari Davao ke Bitung," kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Djauhari Oratmangun, setelah acara ASEAN Senior Official`s Preparatory Meeting dalam kerangka KTT ASEAN di Nusa Dua, Senin malam (14/11).

Djauhari memaparkan, kajian tersebut merupakan bentuk dari konektivitas jalur maritim yang akan memperkuat konektivitas ASEAN yang merupakan bagian dari upaya mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.

Pelabuhan internasional di Davao dan Bitung tersebut akan menjadi penghubung bagi berbagai pelabuhan utama di 11 negara anggota ASEAN yang diperkirakan juga akan meningkatkan kerja sama dan pertumbuhan ASEAN.

Sedangkan sumber dana untuk membangun konektivitas ASEAN beserta beragam infrastruktur yang akan menghubungkan kawasan Asia Tenggara itu antara lain berasal dari lembaga pendanaan bersama atau ASEAN Infrastructure Fund (AIF).

Pembentukan AIF merupakan inisiatif kerja sama negara-negara ASEAN bersama Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk mendirikan sebuah lembaga pendanaan bersama dalam rangka pembangunan infrastruktur di kawasan ASEAN.

AIF didirikan dengan modal awal sebesar 485,2 juta dolar AS, yang terdiri atas penyertaan modal dari negara anggota ASEAN sebesar 335,2 juta dolar AS dan penyertaan modal ADB sebesar 150 juta dolar AS.

Dari sisi negara anggota, Malaysia, sebagai Ketua Kelompok Kerja (High Level Task Force/HLTF) pendirian AIF, menanamkan modal sebesar 150 juta dolar AS, yang merupakan shareholder terbesar, diikuti Indonesia sebesar 120 juta dolar AS.

ASEAN sendiri diperkirakan membutuhkan dana hingga sekitar 60 miliar dolar AS per tahun untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur.

(M040/A023)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011