Bordir kaligrafi dengan warna cerah mewarnai busana rancangannya. Gaya kaligrafi yang dipakai Sadiq bervariasi, mulai dari Diwani sampai Thuluth, terdapat juga kata-kata dari penyair Arab terkenal termasuk Mahmoud Darwish dan Nizar Qabbani.
"Kaligrafi Arab adalah yang terindah," kata perancang 72 tahun itu, dikutip dari AFP, Jumat.
Sadiq telah membagi waktunya antara Amman dan Paris sejak 1982, dia punya kewarganegaraan Prancis dan Yordania serta kewarganegaraan Irak.
Karyanya sudah dipamerkan di Eropa, AS, juga Timur Tengah. Kaftan karya Hana Sadiq dihiasi warna cerah, mencerminkan pengaruh dari neneknya yang memakai busana tradisional Irak hashemite dan berjalan "elegan seperti merak".
Pakaian itu terbuat dari kain yang sangat tipis dengan lengan lebar dan pinggirnya transparan, dihiasi dengan ornamen bunga yang indah, emas atau perak, di atas warna hitam. Baju adalah favorit perempuan Irak pada 1950-an dan 60-an.
Ketertarikan Sadiq terhadap fesyen dimulai sejak kecil, ketika dia mengunjungi toko tekstil kakeknya di Baghdad.
Dia kemudian merancang busana untuk para selebritas dan anggota kerajaan, termasuk Ratu Rania dan Ratu Noor dari Yordania.
Tak seperti busana Barat yang terbuka, rancangannya menutupi tubuh perempuan, "tapi menunjukkan sisi feminin", kata Sadiq yang juga menulis buku "Arab Costumes and Jewelry, a Legacy without Borders".
Dia mengatakan, busana Barat tidak cocok untuk tubuh perempuan Arab tapi globalisasi membuat baju-baju tersebut menyebar ke sana.
"Yang penting bagi saya, dalam semua pekerjaan saya, adalah bahwa perempuan tetap perempuan dan laki-laki tertarik padanya sebagai perempuan," tambahnya. Artinya, ketika seorang perempuan lewat di depan pria, dia harus menyadari dan melihat betapa cantiknya dia.
Baca juga: Penghormatan bagi Sunan Kudus lewat rancangan busana Muslim SMK
Baca juga: Jilbrave sukses ramaikan perhelatan MUFFEST 2022
Baca juga: Wardah gandeng empat desainer di Indonesia Fashion Week 2022
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022
