Jakarta (ANTARA News) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) minta pemerintah melakukan revisi terhadap empat Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyiaran yang kontroversial karena bertentangan dengan UU Penyiaran. "Kami mengharapkan pemerintah bersikap arif dan cepat melakukan revisi terhadap PP itu," kata Wakil Ketua KPI Pusat, Sinansari Ecip, seusai melakukan pertemuan tertutup antara MK, KPI, dan Depkominfo soal PP Penyiaran, di Jakarta, Jum`at. Empat PP yang dinilai kontroversial itu adalah PP No.49/2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran, PP No.50/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, PP No.51/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas dan PP No.52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan. Menurut dia, KPI meminta dalam PP itu jangan sampai terjadi monopoli atau Jakarta centris dalam pemilikan frekuensi radio, serta kepemilikan media elektronik jangan dikuasai oleh perusahaan besar. "Saat ini kita memiliki 50 TV lokal dan biarkan mereka berkembang tanpa ada monopoli," katanya. Sebelumnya, Meneg Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sofjan Djalil kepada ANTARA mengatakan, tidak ada satu pun instansi di Indonesia yang bisa menyatakan PP Penyiaran bertentangan dengan UU kecuali Mahkamah Agung (MA). "Biarlah MA yang memutuskan apakah bertentangan atau tidak dengan UU, Departemen Kominfo," ujarnya. Namun, Menteri sepakat dengan KPI bahwa bagaimana pun juga UU harus tetap berjalan sehingga pelayanan publik, seperti perizinan dan lain-lain tetap dapat berjalan. Dalam pandangan KPI, yang paling berbahaya dari PP Penyiaran itu, adalah PP No.50/2005, karena menyangkut dua hal yang tidak banyak dikatahui publik, yaitu daya jangkau dan kepemilikan modal. "Bisa-bisa bakal tidak ada televisi daerah. Dengan memiliki jaringan pemancar yang kuat dan berada di seluruh wilayah Indonesia, maka siarannya bisa menguasai dan pengiklan pun habis tersedot ke televisi Jakarta. Tidak ada lagi sisa bagi daerah," ujarnya. Sofjan Djalil menegaskan, PP penyiaran tetap untuk publik. Artinya, kepastian hukum yang diusahakan adalah untuk kepentingan publik. "Yang jelas tanpa ada modal tidak mungkin ada teve," ujarnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006