Surabaya (ANTARA) - Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof Mustofa Helmi menyebutkan daging sapi yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) aman untuk dikonsumsi asalkan melalui proses pelayuan terlebih dahulu.

"Proses pelayuan adalah metode dengan cara daging digantung untuk menurunkan PH dari daging," ujar Prof Mustofa dihubungi melalui ponsel dari Surabaya, Selasa.

Dalam proses ini, kata dia, akan terjadi enziminasi secara otomatis yang akan mampu menurunkan kontaminasi dari virus PMK.

Baca juga: Polri bantu cegah penyebaran penyakit mulut dan kuku hewan ternak

"Jadi aman dikonsumsi masyarakat. Sebetulnya tanpa dilayukan dan langsung dimasak bisa saja, mati semua virusnya. Tapi kan tangan akan mudah tercemar," ucapnya.

Prof Mustofa memaparkan bahwa PMK sifatnya sangat menular, bahkan tingkat penularan ke sesama hewan mencapai 100 persen.

Namun, lanjut dia, untuk tingkat penularan pada manusia sangatlah rendah, karena tergolong virus nonzoonosis.

Baca juga: Ratusan ekor sapi NTT tujuan DKI tertahan di Jawa Timur dampak PMK

"Adanya virus PMK disebabkan oleh virus Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae. Adapun ciri-cirinya adalah melepuh pada mulut sapi, kemudian juga teracak kakinya sapi," katanya.

Menurut Wakil Dekan 3 Bidang Kerja Sama dan Publikasi FKH Unair ini adanya PMK sangat merugikan secara ekonomi.

Ia memisalkan, jika penyakit tersebut menyerang sapi perah maka produksi susu akan menurun drastis sehingga masyarakat akan rugi banyak.

Baca juga: DKPH: 143 ekor sapi di Probolinggo terduga terjangkit PMK

"Kemudian, saat menyerang sapi daging maka akan terjadi kesulitan makan dan menyebabkan kekurusan. Dampaknya nilai jual jatuh," tuturnya.

Virus PMK merupakan suatu virus jika menyerang hewan sapi dapat sembuh sendiri, yakni saat hari ke-14 sampai 21 terlewati akan terjadi tingkat kebaikan kesembuhan.

"Sudah sembuh sudah membaik. Jadi, tingkat mortalitas sangat rendah untuk sapi dewasa," katanya.

Hal itu berbeda jika PMK menyerang anak sapi yang usianya enam bulan karena tingkat mortalitasnya (kematian) sangat tinggi mencapai 50-60 persen.

"Ini disebabkan karena virus pada anak sapi tidak hanya menyerang teracak kaki, tetapi mampu menembus miocardium otot jantung dari anak sapi, sehingga jika anak sapi mati terdapat bercak pada jantungnya," tutur dia.

Dalam penanganannya, meskipun PMK masih menjadi kajian berbagai pihak, namun Prof. Mustofa menilai ada dua cara yang bisa dilakukan, yaitu membuat vaksin dari isolat lokal dan menggunakan desinfektan terhadap hewan terjangkit.

"Selanjutnya, bagi hewan yang terjangkit harus dikarantina agar tidak menyebarkan virus ke hewan ternak lainnya. Dengan begitu penyebaran bisa terkontrol," kata dia.

Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022