Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Tak mudah bagi atlet muda untuk menjaga emosinya untuk senantiasa tenang sepanjang pertandingan, apalagi bagi mereka yang memulai debut pada arena SEA Games.

Setidaknya itu yang dialami pesenam muda Indonesia berusia 20 tahun, Abiyu Rafi, saat tampil memperkuat Indonesia pada ajang SEA Games Vietnam 2021 di
Quan Ngua Sport Complex, Hanoi, Vietnam, Jumat.

Abiyu yang diterjunkan pada nomor all around (serba bisa) harus bersusah payah untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya.

Terdapat enam nomor yang harus diselesaikannya, yakni lantai (floor exercises), kuda pelana (pommel horse), gelang-gelang (rings), kuda lompat (vaulting horse), palang sejajar (parallel bars) dan palang tunggal (horizontal bar).

Dalam beberapa kali kesempatan, atlet asal Riau yang kini memperkuat Provinsi Papua itu harus menelan kekecewaan karena gagal mencapai kesempurnaan di akhir gerakan saat memainkan alat senam artistik.

Atlet kelahiran Pekan Baru, 30 September 2002 ini mengawali pertandingannya di SEA Games dengan memainkan alat gelang-gelang. Penampilannya pada nomor ini ini bisa dikatakan kurang maksimal setelah gerakan saltonya finis tanpa keseimbangan.

Walau perasaan kecewa tak dapat ditutupi dari raut wajahnya, Biu, panggilan akrab Abiyu harus berupaya melupakan kegagalan tersebut agar fokus pada lima nomor berikutnya.

Usaha itu pun cukup berhasil karena penampilannya pada nomor meja lompat terbilang mengesankan. Dua jempol pun langsung diberikan dua pelatihnya yang setia mendampingi.

Biu selanjutnya menjajal alat palang sejajar. Pada kesempatan pertama, ia hampir terjatuh saat finis dan tak berbeda saat kesempatan kedua.

Keadaan ini membuat Biu semakin tekanan. Apalagi, karena terjatuh pada alat palang sejajar itu membuat bagian engkel terasa nyeri.

Tapi pertandingan diselesaikan. Biu, atlet muda andalan Indonesia ini harus terus bertahan menahan kecamuk di dalam dadanya untuk menuntaskan tiga alat lagi.

Apa daya, emosi sudah menguasai semua pikirannya sehingga penampilannya di palang tunggal juta tak kalah terburuk. Pada kesempatan pertama ia terlihat terburu-buru sehingga saat finis kembali dalam posisi terjatuh. Pada kesempatan kedua pun, ia tak mampu berbuat banyak.

Raut muka seketika muram, sama sekali tak ada keceriaan di wajah atlet ganteng ini, apalagi kaki yang sudah kadung cedera semakin bertambah nyeri. Dua orang pelatihnya pun terus memotivasi sembari memasangkan perban elastis ke bagian kaki yang terasa sakit itu.

Namun tugas belum tuntas, Biu harus menyelesaikan dua nomor lagi. Kali ini nomor lantai yang merupakan andalannya karena ia tercatat sebagai peraih medali emas untuk nomor ini di PON Papua 2021. Apa hendak dikata, ia pun kembali gagal.

Baca juga: Abiyu Rafi pesenam pendulang medali untuk tuan rumah di PON Papua

Lalu tiba pada nomor terakhir yakni kuda-kuda pelana. Biu yang sudah tertekan sejak awal pertandingan semakin tak ‘lepas’.

Jebolan Sekolah Khusus Olahragawan (SKO) Ragunan ini terlihat bolak balik berjalan di sekitar alat yang akan dimainkannya itu. Walau ada pelatih dan dukungan pesenam senior Dwi Samsul Arifin, sepertinya Biu tak mampu keluar dari tekanan yang dihadapinya itu.

Pada kesempatan terakhir ini pun Biu kembali gagal. Ia bahkan tak mampu mengangkat kaki ke bagian atas lantaran rasa nyeri yang sudah teramat sangat.

Sontak ia pun tertunduk lesu, dan langsung memberikan salam takjim ke wasit setelah memutuskan untuk menghentikan gerakannya di alat kuda-kuda pelana itu.

Lazimnya atlet yang kecewa, Biu kembali ke tempat duduk di pinggir lapangan dengan muka tertunduk lesu. Jaket kontingen bertulis Indonesia langsung diraihnya untuk menutup bagian kepala dan muka.

Samsul yang mendampingi Biu sedari awal tak menyangkal bahwa tak mudah bagi atlet muda untuk mengendalikan emosi selama pertandingan.

“Iya saya lihat ada demam panggung, tapi itu biasa untuk atlet muda. Lama-lama nanti ia akan tahu caranya,” kata Samsul, atlet asal Jawa Timur ini.

Ia tak menyangkal bahwa hanya jam terbang yang dapat menambah kepiawaian atlet dalam mengendalikan emosi.

Samsul pun merasakan hal yang sama saat pertama kali diterjunkan pada SEA Games tahun 2017, akan tetapi ia meraih medali perunggu ketika itu untuk nomor alat gelang-gelang.

“Kuncinya ada pada atletnya sendiri, harus yakin dengan diri sendiri karena dalam senam itu adalah kesempurnaan, apa yang ada dalam pikiran pasti akan terlihat di gerakan,” kata atlet berusia 28 tahun ini yang menjadi tumpuan meraih emas bagi Indonesia ini.

Baca juga: Atlet senam Indonesia bersiap menuju SEA Games 2022
Baca juga: Juara PON tidak otomatis berlaga di SEA Games Vietnam

Selanjutnya : minim persiapan

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022