Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Komisi IX DPR memantau langsung kondisi kekerdilan pada anak (stunting) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

"Penyiapan calon pengantin wajib dilakukan, tiga bulan sebelum pernikahan, kedua mempelai harus diperiksa kesehatannya agar layak untuk hamil dan melahirkan, jadi jangan hanya fokus pada pre-wedding yang mahal tapi melupakan pre-konsepsi,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Ahad.

Hasto menuturkan berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting di Kabupaten Blora berada pada angka 21,5 persen. Angka itu, dinyatakan lebih tinggi dari rata-rata provinsi 20,9 persen.

Untuk menurunkan angka prevalensi itu, penanganan stunting di Kabupaten Blora harus fokus pada fase pencegahan yang dimulai sejak calon pengantin, ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun.

Baca juga: Prokami siap dukung Pemprov Kalteng deteksi dini kasus stunting

Baca juga: Pemkab Mamuju telah turunkan stunting menjadi 30,3 persen


Melalui peninjauan langsung yang dilakukan dengan kolaborasi bersama DPR RI untuk mengadvokasi pemerintah daerah, diharapkan memberi daya ungkit yang signifikan dalam menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Hasto mengatakan peninjauan yang dilakukan juga meliputi pemeriksaan kadar darah (Hb), lingkar lengan atas serta berat dan tinggi badan pada calon pengantin wanita. Bila hasil tidak memenuhi syarat kesehatan, BKKBN akan membantu ibu mengkoreksi kondisi kesehatan selama tiga bulan sebelum menikah, dengan mencukupi nutrisi sebelum terjadi kehamilan.

Tujuan pemeriksaan kesehatan pada calon ibu itu yakni untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan sehat di masa depan.

“Apabila pemeriksaan dan hasil kurang memuaskan dan baru terdeteksi sesaat sebelum pernikahan, pasangan boleh tetap dinikahkan. Namun, BKKBN mengimbau agar pasangan menunda sejenak kehamilannya hingga indikator-indikator kesehatan itu terpenuhi,” ujar Hasto.

Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah di tingkat provinsi sekaligus kabupaten/kota untuk membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), yang bertugas mengoordinasikan, menyinergikan dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting dengan melibatkan lintas sektor di Provinsi Jawa Tengah.

Selain TPPS, BKKBN telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader PKK dan Kader KB sejumlah 27.931 di Jawa Tengah dan 681 tim di Kabupaten Blora.

TPK akan bertugas mendeteksi dini faktor resiko stunting baik secara spesifik atau sensitif dan melakukan pendampingan dan surveilans, meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayan rujukan dan penerimaan bantuan sosial.

Pemerintah daerah sudah mendapat pemasukan anggaran dalam bentuk DAK dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) untuk memperlancar kegiatan Bangga Kencana khususnya penurunan stunting.

“Berbagai upaya juga telah dilakukan Kabupaten Blora demi menurunkan angka stunting. Mulai dari penyiapan remaja sehat hingga pemberian makanan tambahan khusus stunting di Posyandu. Blora juga telah berinovasi dengan kelor yang telah diolah menjadi berbagai makanan nikmat padat gizi,” kata dia.*

Baca juga: BKKBN minta TPK bantu keluarga tingkatkan kualitas sperma terbaik

Baca juga: Kemenko PMK: TPK aktor penting bantu selesaikan stunting di Indonesia


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022