Tunisia (ANTARA News/AFP) - Pemimpin oposisi kawakan Tunisia Moncef Marzouki terpilih sebagai presiden, Senin, satu setengah bulan setelah negara Afrika Utara itu mengadakan pemilihan umum pertama pascarevolusi.

Marzouki, penentang sengit presiden terguling Zine el Abidine Ben Ali, terpilih dalam pemungutan suara parlemen dengan 153 suara mendukung, tiga suara menentang, dua abstain dan 44 kertas suara kosong. Sidang itu dihadiri oleh 202 dari 217 anggota parlemen.

Lagu kebangsaan terdengar di ruang parlemen dan para pendukungnya meneriakkan "Kesetiaan pada Syuhada Revolusi" setelah pemungutan suara itu.

Marzouki (66), pemimpin Partai Kongres Republik, berterima kasih kepada parlemen dan mengatakan, "Bangga melaksanakan tanggung jawab paling mulia, menjadi penanggung jawab rakyat, negara, dan revolusi".

Ia dijadwalkan dilantik pada hari Selasa di istana kepresidenan di Carthage.

Tugas pertamanya adalah mengangkat perdana menteri, dan Hamadi Jebali, orang kedua di Partai Ennahda yang berada di urutan pertama dalam pemilihan umum legislatif 23 Oktober dengan 89 kursi, diperkirakan diminta membentuk pemerintah.

Marzouki terpilih dua hari setelah dewan menyetujui sebuah konstitusi sementara yang mengizinkan negara membentuk pemerintah.

Pemungutan suara itu--disetujui dengan 141 suara mendukung, 37 menentang, dan 39 abstein--dilakukan setelah debat sengit lima hari yang diwarnai dengan demonstrasi ratusan orang di luar gedung parlemen yang meneriakkan slogan-slogan menuntut "Kebebasan dan Martabat".

Pemilihan presiden dan pembentukan pemerintah baru itu bisa dilakukan setelah parlemen mengesahkan "kontitusi mini" yang disusun dua pekan setelah pemilihan umum.

Pemilu Tunisia itu merupakan yang pertama digelar sejak penggulingan presiden.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.

Pendongkelan kekuasaan di Tunisia itu berbuntut pada demam demokrasi dan pergolakan di sejumlah negara Arab. Mesir dilanda pergolakan antipemerintah sejak 25 Januari.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di negara itu, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jenderal yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri. (M014)

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011