Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kota Yogyakarta kembali menjalankan ritual jamasan untuk pusaka milik pemerintah, Tombak Kyai Wijaya Mukti untuk yang ke-11 kalinya.

"Tujuannya untuk membersihkan pusaka karena pusaka ini menjadi simbol bagi pemimpin untuk bisa menyejahterakan rakyatnya," kata Abdi Dalem Keprajan KMT Purwanto Diprojo di sela-sela ritual jamasan pusaka Pemerintah Kota Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, selain untuk membersihkan pusaka yang dimiliki, jamasan pusaka yang rutin dilakukan setiap tahun saat bulan Sura itu juga dilakukan untuk menjaga tradisi dan budaya Yogyakarta.

Selain tombak Kyai Wijaya Mukti yang menjadi pusaka milik Pemerintah Kota Yogyakarta, juga turut dijamas 14 keris. Enam diantaranya milik Ketua Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta M.Luthfi, tiga keris milik Wali Kota Yogyakarta dan dua keris milik Wakil Wali Kota Yogyakarta.

Tombak Kyai Wijaya Mukti yang sehari-hari turut menghiasi ruang kerja Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto tersebut sebelumnya merupakan pusaka milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Namun, pada peringatan hari ulang tahun ke-53 Pemerintah Kota Yogyakarta pada 7 Juni 2000, tombak tersebut diserahkan ke Pemerintah Kota Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.

Tombak yang dibuat pada 1921 tersebut memiliki panjang tiga meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan daphur kudhuping gambir ini, memiliki landean (gagang) sepanjang 2,5 meter yang terbuat dari kayu walikukun.

"Kayu walikukun adalah jenis kayu yang sudah biasa digunakan untuk gagang tombak dan telah teruji, baik kekerasan maupun keliatannya," katanya.

Pusaka tersebut melambangkan dwi tunggal antara logam pilihan anti karat dengan unsur spiritual penciptanya yang terpancar dari aura pamornya.

"Tegaknya tombak pusaka Kyai Wijaya Mukti mengisyaratkan hubungan antara umat dan tuhan dan memiliki makna pasrah diri serta tunduk serta patuh," katanya.

Sedang dalam dimensi horisontal, memiliki makna bahwa sosok dalam dimensi horizontal, mengisyaratkan sosok pemimpin yang tanpa pamrih untuk melayani rakyat juga menghargai harkat dan martabat warganya.

"Pusaka itu disemayamkan di kantor wali kota sehingga pemimpin kota bisa melihat dan memaknai pusaka itu. Saat melihat pusaka itu, pemimpin akan mengingat bahwa ia memiliki kewajiban untuk menyejahterakan rakyat," katanya.
(ANT)
 

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011