Dumai (ANTARA) - Pada 2015 lalu Indonesia dilanda bencana kabut asap besar yang amat mengganggu. Pencemaran udara oleh kabut asap ini terjadi akibat kebakaran lahan dan hutan (karthutla) di sejumlah daerah di Kalimantan, Sumatera Selatan, Jambi dan Riau.

Saat itu sekolah-sekolah diliburkan, bandara ditutup, puluhan masyarakat terkena penyakit ISPA akibat polusi asap. Menteri Sosial RI kala itu, Khofifah Indar Parawansa kala itu menyebutkan setidaknya terdapat 19 korban jiwa dari berbagai daerah akibat bencana ini.

Tak hanya dirasa Indonesia, kabut asap ini bahkan menyebar hingga ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Timor Leste.

Selepas insiden besar itu, restorasi gambut menjadi prioritas utama bagi pemerintah. Presiden RI Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG). BRG diberikan waktu kurun lima tahun untuk dapat melakukan percepatan restorasi lahan gambut seluas dua juta hektare.

Awalnya, BRG melakukan restorasi gambut dengan mengutamakan sistem kerja quick respons dan masih bersifat parsial. Sistem ini dipilih untuk memulihkan secara cepat lahan gambut yang sering mengalami kebakaran dan melindungi ekosistem lahan gambut dalam. Hal ini dilakukan mengingat salah satu fungsi lahan gambut sebagai penyeimbang tata air serta penyimpan karbon.

Untuk mempercepat proses pemulihan gambut, BRG menempuh dua metode restorasi, pertama restorasi biofisik melalui kegiatan pendekatan rewetting (pembasahan), revegetasi dan revitalisasi ekonomi (3R). Kedua, restorasi aspek sosial budaya masyarakat melalui kegiatan Desa Peduli Gambut (DPG).

Sepanjang 2017 hingga 2020 yang merupakan periode pertama masa kerja BRG, di Provinsi Riau, BRG Riau telah berhasil melakukan upaya pembasahan melalui pembangunan sumur bor sejumlah 1.125 unit dan sekat kanal sebanyak 1.509 unit.

Selain itu, dilakukan juga upaya revegetasi seluas 175 hektare dan revitalisasi ekonomi masyarakat melalui pemberian 169 paket bantuan usaha produktif.
 
Arsip foto - Budidaya pertanian alami di lahan gambut yang dikembangkan petani di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Kamis (21/10/2021). ANTARA/HO-BRG/aa. 

Baca juga: Wamen LHK minta semua pihak mewaspadai kebakaran hutan saat kemarau

Gampang terbakar

Dari pencapaian ini, total seluas 153.168 hektare lahan gambut di Riau yang berada dalam 17 Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) dan 11 kabupaten berhasil direstorasi.

Periode pertama usai, Presiden Joko Widodo memperpanjang masa tugas BRG melalui PP Nomor 120 Tahun 2020. Dalam PP ini terdapat perubahan nama dan tambahan tugas, BRG berubah menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Di periode ini, BRGM kembali melakukan upaya percepatan restorasi gambut sekaligus rehabilitasi mangrove di Riau.

Terhitung selama 2021, upaya restorasi gambut di Riau terus dilanjutkan dengan pembangunan 130 unit sekat kanal serta penimbunan lima kanal untuk menjaga gambut agar tetap basah.

Selain itu juga dilakukan revegetasi seluas 90 hektare dan pemberian bantuan paket revitalisasi ekonomi sebanyak 61 paket pada 5 kabupaten/kota di Riau.

Dalam periode ini, BRGM tetap menggunakan sistem kerja quick respons namun dipadukan dengan konsep yang lebih sistematis dan terpadu, yakni dengan diterapkannya konsep KHG model yang memperhitungkan lanskap hidrologi gambut.

Dalam konsep ini, Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG) yang dibangun seperti sekat kanal atau penimbunan kanal, didesain agar efektif dan berfungsi untuk pembasahan gambut yang berkelanjutan.

Selain itu, pembangunan infrastruktur pembasahan lain seperti sumur bor, juga dirancang agar mampu berfungsi sebagai sumber air untuk pembasahan gambut sekaligus membantu pemadaman dini jika terjadi kebakaran pada saat musim kemarau.

"Sebab gambut merupakan lahan yang sangat gampang terbakar jika intensitas curah hujan berkurang dan menyebabkan gambut berada dalam kondisi kering," kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong saat meninjau lokasi kegiatan restorasi gambut di Kota Dumai, Kamis (19/5).

Baca juga: BRIN akan lakukan operasi TMC Riau cegah karhutla

Tambak udang

Di aspek sosial, BRGM secara simultan menyiapkan kelompok masyarakat (Pokmas) untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan pembangunan, operasi, dan pemeliharaan IPG untuk mendukung terbentuknya Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG).

Di Desa Mundam Jaya Makmur, salah satu desa di Dumai, revegetasi yang dilakukan yaitu dengan penanaman nanas di lahan seluas 26 hektare. Sedangkan revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat yaitu budidaya sapi dan udang.

Di Desa Mundam Jaya Makmur sendiri revitalisasi sumber mata pencarian masyarakat berupa budidaya udang telah berjalan sejak 2019 lalu.

Saat berkesempatan melihat langsung tambak udang yang dikelola Pokmas Mundam Jaya Makmur, tampak tambak udang dikelola masyarakat dengan cukup baik.

Tambak udang ini tepat berada di tepi Selat Rupat. Luasnya sekitar setengah lapangan sepak bola dan dikelola oleh 15 warga.

Di dekat tambak terdapat pondok yang digunakan untuk duduk sembari beristirahat setelah mengurus tambak-tambak tersebut.

"Dulunya ini hanya tanah kosong, tak ada apa-apa di sini," kata Ketua Pokmas Mundam Jaya Makmur Idan Jarot.

Baca juga: BRGM kembangkan industri pakan ternak berbahan sagu di Riau

Bencana asap berkurang

Jarot dan masyarakat pengelola tambak tersenyum lebar penuh kebanggaan saat Wamen LHK Alue Dohong menjaring udang-udang yang hampir siap panen itu.

Jarot mengisahkan upaya revitalisasi tambak udang ini amat berdampak baik guna membantu perekonomian masyarakat sekitar. Pemuda di desa dapat ikut mengelola sebelum mendapatkan pekerjaan lain.

"Dengan bantuan BRGM tambak udang membuka lapangan pekerjaan dan membantu perekonomian masyarakat di desa ini," ucapnya.

Dalam sekali panen saja, dari satu kolam dapat mencapai 1,8 ton dan diperkirakan pada panen mendatang mencapai 3 ton.

Memiliki cukup banyak peminat, membuat proses pemasaran pun berjalan lancar tanpa ada permasalahan yang berarti.

Dengan keuntungan yang didapatkan, tambak udang pun direncanakan akan terus ditambah. Hingga kini sudah terdapat penambahan tambak di lokasi yang berbeda.

Walau penghasilan baru sedikit, tapi bisa menjadi dana tambahan untuk pengembangan tambak-tambak. Akan terus diupayakan agar perekonomian masyarakat juga terus berkembang.

Dengan demikian, segala kegiatan positif yang bisa berdampak ekonomi secara perlahan mampu mengurangi angka kebakaran hutan. Terbukti selama sekitar dua tahun ini bencana asap mulai berkurang. Semoga selamanya.*

Baca juga: BRGM: Rehabilitasi mangrove di Kepulauan Riau tingkatkan usaha nelayan

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022