Jakarta (ANTARA) - Chair of Trade and Investment B20 Indonesia Arif Rachmat menyampaikan bahwa pasar karbon harus sesuai dengan prinsip transparansi, integritas, inklusivitas, dan keadilan untuk semua.

"Persoalan ini sesuai dengan rekomendasi kebijakan kami di bawah gugus tugas perdagangan dan investasi B20. Secara khusus, menekankan soal perlunya perdagangan untuk menjadi kendaraan utama bagi pembangungan berkelanjutan yang sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDG's)," kata Arif  pada seminar web bertajuk "Organized Voluntary Carbon Marketplace to Tackle the Global Climate Crisis", Rabu.

Arif memaparkan, perubahan iklim menimbulkan dampak pada banyak hal, di antaranya kualitas dan kuantitas air, habitat hutan, kesehatan, lahan pertanian, serta masalah ekosistem.

Untuk mengatasi tantangan itu, menurut Arif, dibutuhkan tindakan kolaboratif dan konstruktif pada keterampilan global.

Hal tersebut juga menuntut solidaritas di antara negara-negara dengan tahap pembangunan yang berbeda.

Emisi karbon, lanjur Arif, terutama karbondioksida atau CO2 telah diidentifikasi berkontribusi 80 persen sebagai penghasil efek gas rumah kaca.

"Oleh karena itu, berfungsinya pasar karbon yang efektif dengan mekanisme penetapan harga karbonnya yang signifikan dapat mengurangi tingkat emisi di atmosfer," ujar Arif.

Diharapkan, dengan berjalannya waktu, insentif finansial dan pasar karbon akan seimbang secara global.

Untuk itu, Arif mengatakan bahwa Indonesia sepenuhnya mendukung pembentukan pasar karbon yang berfungsi dengan baik dan sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) dan Perjanjian Paris.

"Kami juga bercita-cita untuk memiliki mekanisme pasar elektronik yang memungkinkan sektor swasta dan publik untuk berkontribusi dalam menurunkan tingkat emisi karbon," tukas Arif.

Ia menambahkan, setelah Persetujuan Paris diratifikasi, skema perdagangan karbon juga harus selaras dengan kepentingan dan tujuan nationally determined contribution (NDC) atau menentukan kontribusi secara nasional.

Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional yang diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri.

Peraturan menteri akan menjadi aturan dasar dan petunjuk teknis perdagangan karbon di Indonesia, termasuk soal penerapan pajak karbon.

"Pada akhirnya, dengan mempertimbangkan semua opsi yang tersedia, dunia membutuhkan sistem perdagangan karbon global yang efektif, aman, dan adil terutama bagi negara yang kurang berkembang dan berkembang," kata Arif.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022