Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan Pangeran Walid dari Kerajaan Arab Saudi akan membantu upaya membebaskan TKI bernama Tuti Tursilawati (27) dari eksekusi hukuman mati.

Dalam surat elektronik yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, Jumhur mengatakan Pangeran Walid bin Talal bin Abdul Azis Al Saud menyampaikan hal itu saat menerima mantan Presiden BJ Habibie di Istana Kerajaan Arab Saudi di Riyadh, Minggu (25/12) selama satu jam sejak pukul 15.00 waktu setempat atau 19.00 WIB.

Pangeran Walid merupakan pengusaha nomor wahid yang paling berpengaruh di Arab Saudi sekaligus keponakan Raja Abdullah Bin Abdul Azis Al Saudi, katanya

Kepala BNP2TKI mengatakan misi yang dieemban BJ Habibie ke Arab Saudi untuk menyelamatkan Tuti Tursilawati (27), TKI asal Desa Cikeusik RT 01/RW 01 Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat itu, telah mendapat tanggapan positif dari Pangeran Walid.

Pertemuan Habibie dan Pangeran Walid berlangsung lancar dalam suasana akrab, selain membuahkan kesepakatan kedua pihak untuk upaya penyelamatan Tuti.

Jumhur menyampaikan itu berdasarkan informasi dari juru bicara Satuan Tugas (Satgas) WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Humphrey R Djemat.

Dalam pertemuan itu, BJ Habibie didampingi Ketua Satgas Maftuh Basyuni, Dubes Gatot Abdullah Mansyur, Humphrey R Djemat, serta Asisten Deputi Koordinasi Pemajuan dan Perlindungan HAM Kementerian Koordinator Polhukam Kolonel (CPM) Otte Ruchiyat, sedangkan Pangeran Walid didampingi sejumlah staf pribadinya.

Jumhur menjelaskan, Pangeran Walid berjanji akan membantu pemaafan dari keluarga korban terhadap Tuti Tursilawati, selaku pelaku pembunuhan Suud Malhaq Al Utaibi.

"Meski dinyatakan pula pada dasarnya kasus `qishash` (hukuman mati) jarang mendapat pemaafan, namun Pangeran Walid bersedia memperjuangkan adanya pemaafan dan terlebih dulu akan mengecek permasalahan secara rinci," katanya.

Hasil pertemuan Habibie-Walid akan ditindaklanjuti Kedutaan Besar RI di Riyadh baik berupa komunikasi dengan Pangeran Walid maupun mengupayakan langkah-langkah bersama sesuai komitmen yang akan dilaksanakan Pangeran Walid, guna penyelamatan nasib Tuti.

"Setiap perkembangan dan hasil-hasilnya akan dikomunikasikan KBRI dengan Pak Habibie dan Satgas TKI," ujarnya.

BJ Habibie diminta membantu untut turut membebaskan Tuti oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang langsung memperoleh persetujuan BJ Habibie.

Terkait kasus Tuti, Presiden SBY telah menyampaikan surat kepada Raja Abdullah pada 6 Oktober 2011 yang meminta penundaan hukuman pancung serta memohon Raja Abdullah membantu upaya pemaafan Tuti pada keluarga korban.

Habibie dipilih oleh Satgas berdasarkan usulan para pengacara dan sejumlah tokoh di Arab Saudi untuk melibatkan mantan Presiden RI tersebut karena dipandang memiliki pengaruh internasional sebagai cendekiawan Muslim dunia, khususnya di lingkungan kerajaan serta pengusaha ternama Arab Saudi.

Pada Jumat (23/12), Jumhur juga menemui Habibie untuk menyampaikan harapan dapat membebaskan Tuti dari ancaman pancung dengan kemampuan maksimal, sebagaimana keinginan keluarga Tuti melalui ayahnya, H Ali Warjuki alias H Dudu saat bertandang ke BNP2TKI di Jakarta pada 5 Oktober 2011 bersama sejumlah aktivis buruh migran dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Tuti Tursilawati diberangkatkan ke Arab Saudi oleh PT Arunda Bayu pada 5 September 2009 dengan nomor paspor AN 169210 dan dipekerjakan di keluarga pengguna (majikan) Suud Malhaq Al Utaibi, Kota Thaif, Arab Saudi, sebagai TKI penata laksana rumah tangga menggunakan jasa agensi di Arab Saudi yaitu "Adil for Recruitment".

Pada 11 Mei 2010, Tuti Tursilawati diketahui melakukan pembunuhan terhadap Suud Malhaq Al Utaibi dengn cara memukulkan sebatang kayu kepada Suud di rumahnya, yang diakibatkan adanya tindak pelecehan seksual kepada Tuti oleh majikannya.

Atas peristiwa pembunuhan itu, Tuti kemudian kabur serta membawa uang senilai 31.500 Riyal Saudi berikut satu buah jam tangan dari rumah keluara majikannya dan selanjutnya ditangkap aparat kepolisian di tempat lain.

Dalam pemeriksaan oleh aparat berwenang di hadapan penyidik badan investigasi kepolisan setempat pada 18 Mei 2010 yang didampingi pihak Konsulat Jenderal RI Jeddah, Tuti mengakui seluruh perbuatannya.

"Tuti juga ditahan di penjara Kota Thaif sampai saat ini," kata Jumhur.

Proses peradilan kasus Tuti Tursilawati telah berjalan sejak tingkat pertama atau Mahkamah Umum, Mahkamah Tamyiz (Pengadilan Banding), hingga tahap akhir di Mahkamah Ulya (Pengadilan Tinggi), selain melibatkan peran Lembaga Ishlah wal-`afwu (lembaga perdamaian dan pemaafan) sebagaimana lazimnya berlaku di Arab Saudi untuk mengupayakan perdamaian berupa tanazul (pemaafan) dengan keluarga korban.

"Namun demikian, sejauh ini keluarga korban belum dapat memaafkan pelaku serta menolak digantikan dengan pembayaran denda dalam bentuk diyat," ujar Jumhur.

Jumhur mengatakan pula melalui pengacaranya, keluarga korban telah mengajukan permohonan kepada otoritas pengadilan di Arab Saudi agar dilaksanakan hukuman mati (qishash) terhadap Tuti Tursilawati setelah musim haji tahun 2011.

"Tetapi masih ada waktu yang akan terus kita upayakan dalam bentuk pemaafan keluarga korban," katanya.

Di tempat asalnya, Tuti memiliki seorang anak laki-laki bernama Aldo berusia enam tahun lebih dan telah berpisah dengan suaminya.

(T.B009/E011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011