Seluruh bunga tanaman cengkeh saya rusak akibat terkena abu vulkanik Gunung Gamalama, jadi sudah pasti pada musim panen kali ini tidak akan menghasilkan apa-apa,"
Ternate (ANTARA News) - Muhammmad Kasim (35) terpaksa harus mengubur impiannya untuk membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) pada 2012 dari penjualan hasil cengkeh, karena kebun cengkehnya yang terletak di lereng Gunung Gamalama dipastikan mengalami gagal panen.

Kebun cengkeh milik warga Kelurahan Moya, Kota Ternate, Maluku Utara (Malut) itu dipastikan akan mengalami gagal penen karena terkena abu vulkanik Gunung Gamalama saat gunung setinggai 1.700 meter dari permukaa laut itu meletus pada 5 Desember 2011.

"Seluruh bunga tanaman cengkeh saya rusak akibat terkena abu vulkanik Gunung Gamalama, jadi sudah pasti pada musim panen kali ini tidak akan menghasilkan apa-apa," kata ayah dari tiga orang anak yang baru duduk di Sekolah Dasar itu.

Muhammad Kasim semula memperkirakan uang yang akan diperolehnya dari penjualan cengkeh pada panen kali ini minimal Rp70 juta, sebanyak Rp32 juta di antaranya untuk membayar BPIH dan sisanya untuk membeli berbagai kebutuhan keluarga, namun semuanya itu tak akan terealisasi.

Beruntung tamatan SMA yang mengaku sudah berulang kali ikut tes CPNS tak pernah lulus itu, memiliki kios sembako di depan rumah sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak akan kesulitan. Kios itu selama ini memberi keuntungan sedikitnya Rp2 juta per bulan.

Petani lainnya di Ternate Kirman (40) juga mengaku rencana melanjutkan pembangunan rumahnya dari hasil penjualan pala tidak akan terwujud, karena kebun palanya dipastikan gagal panen akibat terkena abu vulkanik letusan Gunung Gamalama.

Tanaman manggis dan durian miliknya juga dipastikan gagal panen karena alasan yang sama, padahal hasil tanaman manggis dan durian itu merupakan sumber pedapatan alternatif jika tanaman palanya kurang berproduksi.

"Sekarang saya tidak tau bagaimana bisa memenuhi kebutuhan keluarga sampai musim panen pala berikutnya, soalnya saya tidak memiliki sumber penghasilan lainnya," kata ayah beranak dua yang tinggal di Kelurahan Marikurubu, Kota Ternate itu.

Ada ribuan pentani di Ternate yang mengalami nasib serupa akibat erupsi Gunung Gamalama, bahkan ada yang sampai jatuh sakit karena harapan untuk mendapatkan uang puluhan juta rupiah yang dari penjualan cengkeh dan pala panen awal 2012 nanti tak akan terwujud.

Bukan hanya petani yang menderita kerugian akibat erupsi gunung yang terletak di tengah pulau Ternate itu, tapi juga warga dari kalangan profesi lainnya, terutama yang rumahnya berada dibantaran kali alur aliran lahar dingin letusan Gunung Gamalama.

Data dari Pemkot Ternate, jumlah rumah warga yang mengalami rusak berat dan ringan akibat terjarangan banjir lahar dingin letusan Gunung Gamalama 100 unit lebih, 37 rumah di antaranya hanya menyisakan fondasi rumah.

"Sejumlah jembatan dan tanggul kali juga ikut rusak akibat terjangan banjir lahar dingin tersebut. Total kerugian materi akibat dampak letusan Gunung Gamalama tersebut mencapai Rp15 miliar," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ternate Jemmy D Brifing.

Harus Dibantu
Kalangan anggota DPRD Kota Ternate telah meminta kepada Pemkot Ternate, termasuk Pemprov Malut dan pemerintah pusat untuk membantu para petani dan warga di Ternate yang mengalami kesulitan akibat dampak letusan Gunung Gamalama tersebut.

Bantuan tersebut hendaknya tidak hanya dalam bentuk rehabilitasi rumah warga yang rusak akibat terjangan lahar dingin letusan Gunung Gamalama, tapi juga dalam bentuk lainnya, terutama yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan bahan makanan.

Anggota DPRD Kota Ternate Asgar Saleh mengatakan, sejak terjadinya letusan Gunung Gamalama, ia turun ke lapangan dan melihat banyak petani di daerah ini yang dipastikan akan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena tanaman mereka tidak bisa lagi menghasilan.

Petani di Ternate, seperti petani pala dan cengkeh umumnya hanya mengandalkan hasil tanaman itu sebagai sumber kehidupan keluarganya, sehingga ketika tanaman mereka tidak panen seperti yang terjadi kali ini pasti mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-sehari.

"Saya sudah minta instansi terkait di Pemkot Ternate untuk mendata petani dan warga lainnya di daerah ini yang terkena dampak letusan Gunung Gamalama tersebut untuk selanjutnya diusulkan anggaran penanganannya ke DPRD Kota Ternate agar diakomodir dalam APBD," katanya.

Kalaupun dana dari APBD Kota Ternate tidak mencukupi akan diupayakan tambahannya di Pemprov Malut dan pemerintah pusat, karena letusan Gunung Gamalama tersebut merupakan bencana alam sehingga penanganannya melibatkan semua pihak.

Perusahan besar di Malut juga diharapkan ikut memberi konstribusi dalam upaya mengatasi kesulitan para petani dan warga lainnya korban letusan Gunung Gamalama tersebut, misalnya dengan menggelar pasar murah secara rutin di berbagai wilayah di Ternate.

Kepala Bank Indonesia cabang Ternate Marlison Hakim mengatakan, bencana Letusan gunung Gamalama tersebut diharapkan menjadi pelajaran bagi para petani di daerah ini mengenai pentingnya menabung usai menjual hasil panen.

Para petani cengkeh dan pala di Ternate dalam setiap panen biasanya memperoleh penghasilan puluhan juta rupiah bahkan sampai ratusan juta rupiah, tapi umumnya dimanfaatkan untuk kebutuhan yang sifatnya konsuntif.

Sebagian hasil penjualan cengkeh dan pala itu seharusnya ditabung di bank sehingga jika terjadi gagal panen seperti yang terjadi saat ini, mereka bisa memanfaatkan tabungan itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari.

Walikota Ternate Burhan Abdurrahman mengatakan, Pemkot Ternate dan Pemprov Malut telah memiliki komitmen untuk membantu para korban letusan Gunung Gamalama tersebut, di antaranya dalam perbaikan rumah warga yang rusak.

Gunung Gamalama sudah berulang kali meletus, seperti tahun 2003 dan 1992 serta 1980. Sesuai data yang ada letusan terhebat terjadi pada 1712 dan sisa-sisa letusannya berupa lahar yang telah membatu bisa disaksikan disejumlah lokasi di Ternate saat ini, di antaranya di kawasan Batu Angus.
(L002)

Oleh La Ode Aminuddin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011