Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet Dipo Alam meminta kepada para menteri agar tidak diam dan berani meluruskan pemberitaan yang tidak benar.

"Para menteri dan jajarannya tidak boleh diam, banyak mengungkapkan hal-hal yang positif atau meluruskan hal-hal yang dibengkokkan, sebaliknya kita tidak sungkan-sungkan," katanya seusai diskusi dengan para editor di Dewan Pers, Jakarta, Jumat.

Ia mengakui para pejabat masih enggan atau kurang berani dalam meluruskan berita-berita yang salah dan tidak benar. "Saya merasakan, pejabat kita yang kurang berani memberikan menanggapi, seolah-olah tidak perlu ditanggapi padahal itulah yang dianggap kurang," katanya.

Menurut dia, para pejabat juga harus berani dalam mengkoreksi media, begitupula dengan media yang diharapkan tetap berani dalam mengkoreksi pemerintah.

Dengan demikian, diharapkan ada komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan media. Sehingga, berbagai kesalahan persepsi akibat kurangnya komunikasi dapat dihindarkan.

Selain itu juga, diharapkan pemberitaan yang dilakukan pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi publik, bukan berita-berita yang pada akhirnya justru merugikan masyarakat.

Dalam diskusi yang dilakukan di Dewan Pers itu, ia juga mengemukakan beberapa pemberitaan yang dinilainya menyesatkan. Ia mencontohkan misalnya pemberitaan yang mengatakan hubungan Presiden dan Menlu retak. Menurut dia, itu merupakan berita yang tidak benar dan menyesatkan.

"Kalau berita nonsense, kemudian digoreng menjadi nonsens pangkat tiga, itu kan menyesatkan, tidak benar," katanya.

Untuk itu, ia mengharapkan media juga melakukan cek dan ricek dalam melakukan pemberitaan. Ia menambahkan, ke depan pihaknya juga akan lebih berkomunikasi dengan media.

Sementara Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harimurti mengatakan, dalam diskusi tersebut disampaikan masih belum lancarnya komunikasi antara media dan pemerintah.

Untuk itu, menurut dia, pihaknya juga akan berperan guna memperlancar komunikasi antara media dan pemerintah.
(T.M041/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011