Indonesia masih menghadapi masalah serius dalam tata kelola perikanan skala kecil. Salah satu problem yang dihadapi adalah minimnya pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil terutama pada kapal ukuran di bawah 10 GT (gross tonnage)
Jakarta (ANTARA) - Lembaga pemerhati kelautan Destructive Fishing Watch (DFW) menekankan pentingnya membuat langkah kebijakan yang memperkuat pendataan yang akurat dan transparan terkait hasil tangkapan perikanan skala kecil.

"Indonesia masih menghadapi masalah serius dalam tata kelola perikanan skala kecil. Salah satu problem yang dihadapi adalah minimnya pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil terutama pada kapal ukuran di bawah 10 GT (gross tonnage)," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Menurut Abdi Suhufan, permasalahan pendataan tersebut mengakibatkan dan berdampak pada kurangnya transparansi pengelolaan perikanan.

Ia berpendapat bahwa aktivitas perikanan skala kecil sering kali diremehkan, padahal sebenarnya mempunyai kontribusi sosial dan ekonomi cukup signifikan terutama dalam ketahanan pangan dan upaya pengentasan kemiskinan.

"Pemerintah perlu segera untuk melakukan perbaikan tata kelola perikanan skala kecil terutama di Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP 718 (Laut Arafura) bukan saja karena keterkaitan dengan kegiatan unreported tapi juga tingginya tingkat kerentanan mereka," katanya.

Selama ini, masih menurut dia, pelaku perikanan skala kecil terstigmatisasi sebagai kelompok masyarakat miskin dengan tingkat pendapatan yang rendah.

Padahal, Koordinator Nasional DFW Indonesia mengemukakan bahwa perbaikan tata kelola perikanan skala kecil akan berimplikasi sangat luas bukan saja pada sektor perikanan tapi juga pada sektor ekonomi dan sosial lainnya seperti infrastruktur pedesaan, teknologi informasi, kesehatan dan pendidikan.

Berdasarkan kajian yang dilakukan DFW di WPP 718, ditemukan bahwa tingkat unreported fishing atau penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil cukup signifikan.

"Penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil di WPP 718 mencapai 29,39 persen," kata Abdi.

Kajian dilakukan untuk menghitung nilai kerugian IUU Fishing terutama oleh kegiatan unreported dengan melakukan survei di dua kabupaten yaitu di kabupaten Merauke, Papua dan kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Disebutkan, survei ini difokuskan pada perikanan skala kecil dengan kapal atau perahu dengan ukuran di bawah 10 GT. Penangkapan ikan skala kecil yang tidak dilaporkan ini merupakan akumulasi hasil tangkapan nelayan yang tidak tercatat karena dijual pada pasar lokal, dibuang, digunakan untuk umpan dan konsumsi pribadi.

"Karakteristik, ketersediaan infrastruktur, dan kelembagaan perikanan pada tingkat lokal menyebabkan terbatasnya pendataan atau pengungkapan informasi dari aktivitas perikanan skala kecil," kata Abdi.

Ia menuturkan, salah satu penyebab terjadinya praktek unreported karena banyaknya pelabuhan tangkahan yang beroperasi di WPP 718.

"Saat ini terdapat 13 pelabuhan tangkahan dan titik labuh di kedua kabupaten tersebut dan ketiadaan tenaga pencatat atau pengawas perikanan yang bertugas secara rutin," ungkap Abdi.

Baca juga: KKP akan sertifikasi nelayan kecil dan awak kapal perikanan
Baca juga: KKP tegaskan tingkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan skala kecil
Baca juga: DFW: Tingkatkan kredit usaha perikanan bagi kalangan nelayan kecil

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022