Warga di daerah pesisir dan pulau-pulau terluar rentan melahirkan anak dengan stunting karena dua faktor, yaitu pendidikan dan ekonomi.
Tanjungpinang (ANTARA) - Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad mengungkapkan tantangan menangani kasus stunting atau kekerdilan di daerahnya karena masyarakat banyak yang tinggal di kawasan pesisir dan pulau-pulau terluar.

"Itu salah satu kendala yang kita hadapi, sebab warga tinggal di pulau terpisah-pisah," kata Gubernur Ansar Ahmadi di Tanjungpinang, Senin.

Dia mengatakan Kepri terdiri kurang lebih 2.804 pulau yang tersebar di tujuh kabupaten/kota, di mana 70 persen di antaranya diklaim berpenghuni.

Hal itu, menurutnya, memerlukan kerja keras semua pemangku kepentingan terkait untuk menjangkau warga-warga pulau dalam rangka menurunkan sekaligus mencegah adanya stunting.

Warga di daerah pesisir dan pulau-pulau terluar rentan melahirkan anak dengan stunting karena dua faktor, yaitu pendidikan dan ekonomi.

"Rendahnya pendidikan orangtua tentang stunting, lalu ditambah masalah ekonomi keluarga dalam pemenuhan asupan gizi, berpotensi memicu anak lahir dalam kondisi stunting," ujar Ansar.

Oleh karenanya, Ansar meminta seluruh kabupaten/kota melakukan intervensi pemenuhan gizi masyarakat, terutama terhadap kaum ibu hamil guna menekan angka kelahiran anak stunting.

Di samping itu, mendorong dinas kesehatan memaksimalkan pemberian imunisasi lengkap pada anak sebagai langkah dini pencegahan stunting, serta upaya meningkatkan imun tubuh dari berbagai macam penyakit berbahaya lainnya.

"Kita sekarang tengah memetakan daerah rentan dan tinggi penderita stunting. Sehingga, bisa diambil langkah penanganan cepat dan maksimal," ucap Ansar.

Kendati demikian, Ansar tetap optimistis dapat menurunkan angka stunting di Kepri sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

"Sekarang masih 17 persen. 2024, kita optimis turun jadi 14 persen," sebut Ansar.

Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kepri Rohina menyatakan pemerintah menaruh perhatian besar terhadap stunting, mengingat pemerintah pusat menargetkan 2045 Indonesia bebas stunting untuk menciptakan generasi emas, sehat dan cerdas.

Rohina menyebut stunting memicu pertumbuhan anak jadi tidak normal seperti pendek dan kurus, dan gampang sakit.

Anak penderita stunting juga rentan terserang diabetes dan jantung saat sudah memasuki usai tua.

Ia mengutarakan stunting disebabkan dua hal utama, pertama kurangnya pengetahuan orangtua tentang pemenuhan gizi saat hamil dan menyusui, atau seminggu hari pertama kehidupan.

Kedua, akibat lingkungan yang tak ada sanitasi atau jamban keluarga, dan sulitnya mendapat akses air bersih.

"Juga tak kalah penting, ibu-ibu tak boleh konsumsi obat diet saat hamil. Termasuk memperhatikan 6 bulan pertama setelah anak lahir, tak boleh diberikan makanan apa-apa kecuali susu ibu, setelah 6 bulan baru boleh sesuai pemenuhan gizi yang diperlukan," katanya menegaskan.
Baca juga: Gubernur: Angka stunting Kepri peringkat 33 se-Indonesia
Baca juga: BKKBN optimistis Kepri mampu turunkan angka stunting pada 2024
Baca juga: Pemprov Kepri nyatakan perang lawan stunting

 

Pewarta: Ogen
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022