Jakarta (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) akan mencambut ijin usaha perusahaan pengolah udang yang terbukti melakukan penggantian kemasan (repackaging) udang asal China dan Thailand kemudian mengekspornya ke Amerika Serikat (AS). Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, Sabtu, menyatakan saat ini ada tujuh perusahaan asal Indonesia yang dilarang mengekspor udang ke AS, karena terbukti produk mereka berasal dari China dan Thailand setelah penggantian kemasan sebagai produk Indonesia. "Kita akan mencari bukti-bukti itu dan kalau memang tujuh perusahaan tersebut melakukan `repackaging` kita akan memberikan sanksi, yakni dengan mancabut ijin usahanya," katanya disela pencanangan Revitalisasi Tambak Tradisional di Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru. AS selama ini mengenakan pelarangan ekspor udang asal China dan Thailand karena kedua negara tersebut termasuk dalam negara-negara yang dinilai melakukan dumping terhadap produk udangnya ke pasaran internasional. Freddy mengemukakan apa yang dilakukan tujuh perusahaan dengan mengganti kemasan tidak hanya merugikan mereka, namun juga usaha udang di dalam negeri karena bisa jadi seluruh produk perikanan Indonesia yang ke AS akan terkena larangan ekspor. Dikatakannya sampai saat ini udang masih merupakan primadona ekspor hasil perikanan Indonesia, dengan potensi pengembangan untuk usaha budidaya sekitar 1,22 juta hektar (ha). "Peluang pasar udang cukup terbuka terlebih lagi Indonesia terbebas dari kebijakan anti dumping," katanya. Selama periode Januari-Desember 2004, tambahnya, kontribusi udang terhadap ekspor hasil perikanan mencapai 125.596 ton dengan nilai 779,8 juta dolar AS atau 17,6 persen dari total ekspor hasil perikanan Indonesia. Hasil ekspor perikanan Indonesia secara keseluruhan pada periode itu sebanyak 713.960 ton atau sebesar 1,4 miliar dolar AS. Sedangkan kontribusi udang hasil budidaya terhadap ekspor hasil perikanan selama periode tersebut 87.917 ton senilai 545,88 juta dolar AS atau 70 persen dari total ekspor udang Indonesia. Sementara itu, selama periode Januari-Oktober 2005 ekspor udang Indonesia mencapai 129.595 ton dengan nilai 802,4 juta dolar AS. Mengenai Revitalisasi Tambak Udang Tradisional, Menteri menyatakan melalui program tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi udang dalam negeri yang mana pada 2006 diharapkan mencapai 350 ribu ton. Untuk mencapai sasaran produksi dilakukan melalui revitaliasi tambak tradisional dengan udang vaname pada lahan tambak sekitar 26 ribu ha dengan rata-rata produksi 1 ton /ha/tahun. Melakukan revitalisasi tambak semi intensif dengan udang Vaname pada lahan tambak seluas 2.300 ha dengan rata-rata produksi 15 ton/ha/tahun. Selain itu, juga melakukan impor induk udang Vaname SPF (specific pathogen free) dan domestifikasi udang vaname menjadi induk SPR (specific pathogen resistant) untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Menurut dia, udang vaname merupakan salah satu komoditas penting untuk revitalisasi budidaya udang yang perlu dipacu pengembangannya, sehingga DKP menjadikan program tersebut sebagai prioritas kebijakannya. Berbagai alasan yang mendasari hal itu, tambahnya, permintaan pasar ekspor udang cukup besar, sementara teknologi pembenihan maupun pembudidayaannya sudah dikuasai dengan baik dan mampu menyerap tenaga kerja serta merupakan usaha yang menguntungkan. Menganai revitalisasi usaha budidaya udang di provinsi Sulawesi Selatan, Freddy menyatakan optimistis akan berhasil karena lahan yang tersedia cukup luas, yakni mencapai 96 ribu ha atau lebih dari separuh dari luas tambak udang nasional yang direvitalisasi. Di Sulsel terdapat hatchery atau usaha pembibitan udang baik skala besar maupun skala rumah tangga, sehingga suplai benih akan lebih mudah selain itu juga terdapat pabrik pengolahan udang sehingga memudahkan pemasaran hasil panenan. (*)

Copyright © ANTARA 2006