Jakarta, (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan tim jaksa sebenarnya menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus penjualan tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) oleh Pertamina.

Namun, ketika ditemui di Istana Negara, Jakarta, Kamis, Hendarman mengatakan perbuatan melawan hukum itu hanya bisa diproses sebagai pelanggaran kepegawaian yang tergolong tindakan administratif.

Hendarman menjelaskan Kejagung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus penjualan tanker VLCC karena tidak menemukan unsur kerugian negara dalam kasus tersebut.

Sebagai kasus yang tergolong tindak pidana korupsi, maka unsur menimbulkan kerugian negara harus dapat dibuktikan.

"Kalau VLCC saya lihat tidak ada celah karena ada keputusan MA yang menyatakan bahwa Peninjauan Kembali yang lalu adalah keliru, tidak bisa dijadikan alat bukti. Ternyata dari hasil penelitian justru penjualan itu menguntungkan negara. Atas putusan MA itu, atas alat bukti itu berarti kerugian negara tidak ada," papar Hendarman.

Meski demikian, Hendarman mengakui memang ditemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus penjualan VLCC itu berupa penunjukan langsung Goldman Sachs sebagai penasehat keuangan dan perencana penjualan dua unit kapal tanker VLCC tanpa proses tender atau pelelangan.

Hendarman juga mengatakan, perbuatan melawan hukum berupa usulan lelang penjualan tanker sebelum ada ijin dari menteri keuangan.

"Ada perbuatan melanggar hukum tetapi tidak menimbulkan kerugian negara. Paling banter juga pelanggaran kepegawaian, itu masuk dalam kategori administratif, tetapi bukan kejahatan korupsi," jelasnya.

Temuan Kejagung itu serupa dengan yang dipaparkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR awal 2007.

Saat itu KPK menjelaskan, belum menemukan kerugian negara dalam kasus penjualan dua tanker VLCC oleh Pertamina.

Dari hasil penyelidikan sementara berdasarkan keterangan 26 orang, yang terdiri atas 22 orang dari PT Pertamina dan empat orang luar Pertamina, KPK baru menemukan bahwa Direksi PT Pertamina telah mengabaikan Surat Dirjen Anggaran tertanggal 11 November 2003 bahwa pelepasan aset PT Pertamina harus seijin Menteri Keuangan.

Selain itu, KPK juga menemukan bahwa Direksi PT Pertamina telah menunjuk langsung Goldman Sachs sebagai penasehat keuangan dan perencana penjualan dua unit kapal tanker VLCC tanpa proses tender atau pelelangan.

Direksi PT Pertamina, menurut KPK, telah mengabaikan konflik kepentingan antara Goldman Sachs, dan pembeli tanker, Frontline, karena Goldman Sachs ternyata memiliki saham di Frontline.

Penawaran dari Frontline itu juga dilakukan secara tertutup dan diterima oleh Pertamina tidak di hadapan notaris.

Atas desakan Komisi III DPR, KPK akhirnya melimpahkan kasus penjualan VLCC yang masih dalam tahap penyelidikan itu kepada Kejagung.

Namun, akhirnya Kejagung mengeluarkan SP3 atas kasus tersebut."Saya menyetujui SP3 itu. Mati itu jaksa kalau disuruh buktikan kerugian negara, wong tidak ada kok. Bisa mati berdiri itu jaksanya," ujar Hendarman.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009