Jambi (ANTARA) - Jumlah warga Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) di Provinsi Jambi dan beraktivitas behuma di zona tradisional terus bertambah seiring meningkatnya pengetahuan mereka tentang budi daya tanaman.

Orang Rimba di kawasan TNBD sudah memanfaatkan lahannya di kawasan 'tano behuma' yang berada di zona tradisional itu.

Mereka bercocok tanam dan sudah terbiasa memanfaatkan hasil tanaman untuk menjadi sumber pangan mereka.

"Aktivitas ini tumbuh menjadi kebiasaan baru yang dianggap lebih menghasilkan dibandingkan berburu dan meramu," kata Kepala Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) Haidir.

Baca juga: Perusahaan sawit bantu jaga ketahanan pangan Orang Rimba

Dalam rangka pemberdayaan dan upaya membangun kemandirian Orang Rimba, beberapa organisasi, pemerintah, perusahaan, kampus, perwakilan Orang Rimba dan LSM mendirikan Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam. TNBD tergabung juga di dalam forum ini.

Upaya mengoptimalkan lahan atau 'tano behuma' untuk mereka sudah mulai menunjukkan hasil, di mana lahan yang dikelola di tapak keluarga itu sudah banyak yang menghasilkan.

Orang Rimba memilih jenis tanaman keras, sayuran, dan komoditas pangan sesuai dengan kebutuhannya, dengan pendampingan dari petugas lapangan dan para pihak.

Mereka memilih tanaman atau komoditas pangan sesuai dengan kebutuhan. TNBD dan juga beberapa LSM atau pendampingan CSR dari perusahaan memfasilitasi benih dan bibit tanamannya. Meski demikian aktivitas berburu yang menjadi tradisi mereka tetap mereka jalani.

Baca juga: WARSI dorong solusi pangan bagi orang Rimba di tengah pandemi COVID-19

Sejumlah benih tanaman pangan antara lain padi huma atau tanaman padi yang biasa ditanam di lahan kebun maupun sayuran dan jenis palawija lainnya.

Selain itu, juga diberikan pendampingan agar tanaman pangan itu bisa tumbuh dan produktivitasnya baik.

Contohnya di wilayah timur TNBD, tiga kelompok di bawah tiga Tumenggung (Ngelembo, Ngamal, dan Nyenong), di sana sudah menanam sayur-sayuran, dan palawija.

Sementara di Wilayah Barat TNBD, para pemuda Orang Rimba yang tergabung di Kelompok Makekal Bersatu telah mencoba menanam padi huma dan umbi-umbian. Aktivitas ini didampingi oleh LSM Sokola Institute dan Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi.

Selain kelompok-kelompok itu, Forum juga terus mendorong aktivitas berhuma di beberapa kelompok Orang Rimba yang ada di Kabupaten Sarolangun.

Hasilnya, selain untuk dikonsumsi sendiri juga sebagian dijual untuk kemudian penghasilanya dibelikan kebutuhan lainnya untuk keluarga mereka.

Sehingga, secara bertahap ketersediaan pangan mereka menjadi lebih kuat dan bisa memenuhi sendiri. Dengan bercocok tanam, sumber pangan Orang Rimba juga menjadi lebih variatif baik itu beras, sayur mayur, buah buahan, umbi-umbian atau lainnya.

Kearifan lokal Orang Rimba tetap dikedepankan untuk pengelolaan zona tradisional, termasuk "tano behuma" yang berada di tapak keluarga.

TNBD bersama pemerintah daerah dan teman-teman LSM terus bergerak memanfaatkan potensi yang ada. Bantuan perusahaan juga cukup berperan melalui program tanggung jawab sosial perusahaanya di berbagai sektor, pendidikan, sosial, sarana-prasarana dan juga pemberdayaan.

Baca juga: Konflik terjadi, Orang Rimba kesulitan pangan saat pandemi COVID-19

Lebih lanjur Kepala Balai TNBD Haidir memberikan sedikit gambaran terkait kawasan di sana. Orang Rimba menjaga kelompoknya. Aktivitas 'behuma' ini hanya untuk mereka Orang Rimba, bukan orang dari luar.

Itu sudah dipastikan dan zonanya di TNBD sudah disepakati bersama pada 2018 lalu. Di mana di TNBD saat ini ada 13 tumenggung dan kelompoknya bermukim wilayah masing-masing dalam "ruang adat" yang sudah disepakati.

Telah disepakati pemetaan kawasan (tata ruang) itu secara kolaboratif dan adaptif yakni zona inti yang disebut Orang Rimba dengan sebutan 'tali bukit' yang berupa hutan inti, kemudian zona religi yakni wilayah yang mereka yakini untuk kegiatan keyakinan dan kepercayaan.

Nama zona ini berbeda-beda sebutan, ada yang disebut "tano suban", "tano bedewo" atau ada juga yang menyebut "tano pasaron".

Kemudian zona tradisional itu terdiri dari 'tapak komunal' atau yang dihuni dan dimanfaatkan secara bersama kelompok atau Tumenggung yang terdiri atas beberapa keluarga yang luas areal wilayahnya bisa ratusan hingga ribuan hektare, serta tapak keluarga yang luasnya dua hingga lima hektar untuk digarap secara privat oleh masing-masing keluarga.

Hukum Adat Orang Rimba dan hukum nasional dipadukan, sehingga sesuai dan bahkan menjadi kekuatan untuk pelestarian kawasan dan juga bagi pemberdayaan Orang Rimba. Yang terpenting mereka bisa mendapatkan kesejahteraan dan buktinya memang sudah banyak berubah ke arah yang lebih baik.

Pihak TNBD terus melalukan pemantauan, dan koordinasi dengan berbagai elemen baik pemerintah daerah, pemerintah pusat, swasta dan juga lembaga pemberdayaan masyarakat untuk terus memaksimalkan program peningkatan kesejahteraan Orang Rimba.

Pengintegrasian Lembaga 

Sementara itu, pemberdayaan Orang Rimba juga digulirkan berbagai pihak, termasuk salah satunya melalui Forum Kemitraan Pemberdayaan Suku Anak Dalam (FKPSAD), yang mendorong program pengintegrasian kelembagaan pemerintahan (RT/desa) menjadi salah satu program dari agar mendapatkan akses dokumen kependudukan.

Koordinator Forum Pemberdayaan SAD Budi Setiawan mengatakan forum akan melakukan koordinasi dengan peserta forum ini untuk memperkuat program pemberdayaan orang rimba.

Baca juga: Orang rimba Jambi kesulitan mendapat pangan

Forum ini akan mensinergikan berbagai program untuk pemberdayaan Orang Rimba, tentunya melalui program yang prioritas dan sifatnya berkelanjutan.

Selain akan mendorong pengintegrasian dengan kelembagaan pemerintah, garapan lainnya yakni akses pangan dan akses mata pencaharian bagi orang rimba, pengembangan usaha atau UMKM bagi produk khas orang rimba serta identifikasi tapak keluarga.

Pengintegrasian kelembagaan pemerintah ini sangat perlu untuk memberikan akses kependudukan bagi mereka. Lokasi dan kelompok diupayakan untuk menjadi Rukun Tetangga yang menjadi bagian dari pemerintahan desa setempat, semoga ini bisa menjadi solusi ke depannya.

Hal itu akan dilakukan melalui sinergi dengan program pemerintahan daerah. Dokumen kependudukan menjadi solusi bagi Orang Timba untuk bisa mengakses program pemerintah untuk kesejahteraan dan bantuan.

Integrasi kelembagaan pemerintah juga disinergikan dengan kegiatan identifikasi tapak keluarga Orang Rimba. Lokasi tempat tinggal mereka sudah mulai menetap dan menjalani kehidupan dengan bercocok tanam.

Baca juga: Batanghari usulkan ke Kemensos Tahura jadi permukiman orang rimba

Budi yang juga Ketua Yayasan Prakarsa Madani itu mengatakan kolaborasi dengan institusi dan dunia usaha juga selama ini sudah bergulir melalui program kemitraan, pendampingan maupun CSR perusahaan untuk pemberdayaan orang rimba.

Contohnya PT SAL, mereka memberikan program tanggung jawab sosialnya melalui pendampingan UMKM, bantuan untuk kesejahteraan, pendidikan, kesehatan serta lainnya.

Pemerintah juga banyak sudah masuk, juga lembaga pemberdayaan lainnya. Melalui Forum Kemitraan ini kita koordinasikan dan selaraskan agar program efektif dan berkelanjutan.
 
 

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022