Pemberdayaan suku adat marginal di Jambi menjadi 'best practice' dalam hal ini dan bisa menjadi model dalam pemberdayaan suku adat marginal.
Jambi (ANTARA) - Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk desa inklusi tertentu di Jambi bisa digunakan guna pemberdayaan orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) baik yang sudah hidup luar ataupun yang masih tinggal di dalam hutan.

Direktur Eksekutif KKI Warsi Adi Junedi di Jambi, Kamis mengatakan pada aspek suku marginal atau dikenal dengan Suku Anak Dalam, Kementerian Desa PDDT telah menggulirkan program Desa Inklusif dimana desa inklusif merupakan desa yang memberikan layanan ramah kelompok rentan dan marginal.

Sebagaimana kita ketahui bahwa di Provinsi Jambi ini masih hidup 6.563 jiwa SAD atau ada sekitar 70 persen di antaranya telah memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang artinya telah tercatat di beberapa desa di Kabupaten Bungo, Tebo, Merangin, Sarolangun dan Batang Hari.

Dalam konteks desa inklusif tentu suku marginal seperti Orang Rimba, Talang Mamak dan Batin Sembilan mesti berhak mendapatkan layanan pemerintah dalam hal ini dana desa. Pemberdayaan suku adat marginal di Jambi menjadi 'best practice' dalam hal ini dan bisa menjadi model dalam pemberdayaan suku adat marginal.

Desa Pelakar Jaya di Kabupaten Merangin pada kesempatan tersebut juga punya pengalamannya dalam integrasi Orang Rimba dengan desa dan saat ini di Pelakar Jaya telah ada permukiman Orang Rimba.

Orang Rimba di desa telah menetap dan ada beberapa bentuk pemberdayaan yang dilakukan desa bersama Warsi seperti pelatihan menjahit dan pembuatan kerajinan dari sawit

Kemudian dana desa juga bisa dikelolaan untuk hutan berbasis masyarakat yang sudah diterapkan di Jambi terbukti memberikan manfaat kepada masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan seperti masyarakat suku adat marginal diantaranya Orang Rimba, Talang Mamak, dan Bathin Sembilann.

"Namun, tujuan besar hutan lestari masyarakat sejahtera melalui perhutanan sosial tidak mungkin tercapai jika hanya ditompangkan kepada masyarakat pemegang izin saja maka perlu kolaborasi lintas sektor untuk pengolaan perhutanan sosial agar peningkatan perekonomian masyarakat dapat tercapai," kata Adi.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi telah menggagas sebuah ruang dialog antara lembaga pengolala perhutanan sosial, pemerintahan desa, Dinas Kehutanan, Dinas DP3AP2, dan Kementerian Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Kegiatan ini bertujuan untuk membincangkan kolaborasi yang mungkin dilakukan untuk menunjang perhutanan sosial, salah satunya melalui dukungan dana desa dan Gubernur Jambi Al Haris juga mengatakan penting untuk memperkuat pemahaman pemangku kebijakan di level desa dan para pihak dalam mendukung upaya pengembangan perhutanan sosial dan pemberdayaan masyarakat marjinal melalui APBDes.

Penting dibangun sinergi dan pemahaman bersama oleh pemerintah desa dan para pihak terkait penganggaran APBDes yang bersumber dari APBN, Bantuan Keuangan Provinsi dan Kabupaten serta Alokasi Dana Desa di Kabupaten untuk pengelolaan perhutanan sosial dan pemberdayaan masyarakat marjinal.

KKI Warsi mengatakan prakti-praktik baik seperti ini patut ditularkan kepada kabupaten lain untuk pemberdayaan masyarakat dan komunitas adat marginal yang ada di Jambi dan masih banyak masyarakat sekitar hutan dalam kategori miskin oleh karena itu, upaya lintas sektor dan atensi kita terhadap suku anak dalam perlu ditingkatkan.

"Kami sangat berharap dari pemerintahan provinsi untuk kegiatan perhutanan sosial yang memiliki terobasan dalam pengalokasian dana afirmasi untuk kegiatan perhutanan sosial," kata Adi Junedi.

Sementara itu Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa Perdesaan Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan M Fachri mengatakan salah satu bentuk kolaborasi desa dengan perhutanan sosial bisa melalui BUMDes.

"Kolaborasi menjadi kata kunci antara kelompok pemegang izin dengan BUMDes, baik itu pemanfaatan ekowisata, atau pengembangan komoditi yang cocok di desa dan prinsipnya dana desa, disesuaikan dengan permasalahan dan potensi desa," katanya.

Pengalokasikan dana desa untuk perhutanan sosial jika pemerintahan desa tidak hanya membangun insfraktur tetapi juga sumber daya manusianya dan kemudian dana tersebut bisa digunakan untuk kegiatan patroli dan penjagaan hutan desa, untuk peningkatan ekonomi masyarakat, diadakannya proram ketahanan pangan melalui pemberian bibit ikan.
Baca juga: Warsi dan Kemendikbud beri pelatihan kerajinan rotan untuk Orang Rimba
Baca juga: Besiap Bungo, pemuda Suku Anak Dalam yang jadi guru
Baca juga: Konflik Orang Rimba dengan perkebunan sawit tak kunjung terselesaikan


 

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022