Tanjung Selor (ANTARA) - Jika kebetulan lewat di Jalan Lintas Kalimantan poros utara di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, sepanjang jalan acap kali terlihat tegakan pohon-pohon raksasa, seperti penggawa dan hulubalang menjaga hutan Borneo.

Ya, Kabupaten Malinau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kawasan hutan yang masih terjaga kelestariannya, sehingga juga dikenal sebagai "Kabupaten Konservasi". Jukukan itu berkat keberhasilan pemerintah daerah setempat menjalankan program penyelamatan ekologis.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Serta Tata Guna Hutan Kesepakatan (THGK) SK.718/Menhut-II/2014; Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: SK.8106/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018, luas hutan di Kalimantan Utara mencapai 7.059.251,19 hektare, dengan rincian, terluas di Kabupaten Malinau 3.960.966,22 hektare.

Kemudian Kabupaten Bulungan 1.378.283,54 hektare, Kabupaten Nunukan 1.354.350,62 hektare, Kabupaten Tana Tidung 341.299,19 hektare, dan Kota Tarakan 24.351,61 hektare.

Di Malinau juga terdapat mutiara bagi penyelamatan kawasan hutan primer dan sekunder tua terbesar yang masih tersisa di Pulau Borneo dan kawasan Asia Tenggara, yakni Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) atau Kayan Mentarang National Park.

Ini adalah salah satu taman nasional terluas di Indonesia, bahkan Asia Tenggara, yakni 1,35 juta hektare yang kawasannya berbatasan langsung dengan Sabah dan Serawak, dan melintasi dua kabupaten di Kaltara, sebagian di Kabupaten Nunukan dan terbesar di Kabupaten Malinau.

TNKM ditetapkan pertama kali pada 1980 sebagai Cagar Alam oleh Menteri Pertanian Indonesia. Kemudian pada 1996, atas desakan masyarakat lokal (adat) dan rekomendasi dari WWF (World Wildlife Fund), kawasan itu diubah statusnya menjadi Taman Nasional agar kepentingan masyarakat lokal dapat diakomodasi.

Selain berbagai program pemerintah dalam penyelamatan lingkungan, salah satu keunggulan Malinau adalah tingginya kepedulian masyarakat sekitar hutan serta dukungan lembaga nonprofit dalam menjaga kelestarian hutan Malinau yang menjadi bagian dari penyelamatan konservasi regional "Heart of Borneo" (Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam).

Misalnya, selama ini menjadi sebuah pemahaman pragmatis, yakni mendapat nilai ekonomis hutan secara cepat adalah membabat pohon dan menjual kayunya.

Namun, kini ada pola yang selaras antara kesejahteraan warga sekitar hutan dengan pemanfaatan ekonomis pohon tanpa harus membabat.

Program "Pohon Asuh" dikembangkan oleh
sebuah lembaga nonprofit yang melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di dalam dan sekitar hutan di Malinau, yakni Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI-Warsi) bersama aparat desa, pemerintah daerah dan warga setempat.

Polanya, dengan mengembangkan bapak asuh/donatur yang menyumbang bagi kehidupan sebuah tegakan pohon. Donatur bisa siapa saja dan ditawarkan melalui website pohonasuh.org.

Setelah buka website nanti donatur bisa pilih lokasi, jenis pohon, ukuran pohon. Pilih melalui website dan salurkan donasi tersebut.

Setelah donasi dibayarkan, masyarakat akan melakukan "taging" atau pemasangan papan nama pengasuh di pohon tersebut.

Dananya ditransfer ke rekening lembaga pengelola hutan desa dan terbuka bagi siapa saja.

Data untuk Pohon Asuh kini di Malinau tersebar pada 18 lokasi, dan sejak program ini berjalan 2022 ada 4.250 pohon yg pernah diasuh.

Artinya ada ribuan pohon jenis keras atau yang berukuran besar dan berusia panjang, bahkan langka, antara lain meranti, ulin, mangris, beringin dan kayu bawang, sampai kini masih berdiri kokoh, seperti para hulubalang raksasa menjaga rimba Kalimantan.

Durasi pengasuhan itu satu tahun, jika tidak diperpanjang oleh yang sedang mengasuh dia akan otomatis terbuka lagi untuk diasuh.

Bagi pengelola, harus menjaminkan pohon itu terus tegak. Jika misalnya kena bencana, maka pengelola harus membuat berita acara dan menyertakan foto dan disampaikan ke pengasuh.

Pengelola wajib memberikan pohon asuh pengganti. Berdasarkan catatan, sejak program ini diluncurkan belum ada yang tumbang.

Jenis pohon untuk diasuh, yakni pohon keras atau yang berukuran besar dan berusia panjang, misal meranti, ulin, mangris, beringin dan kayu bawang.
 

Tegakan pohon

Tanpa mengurangi tegakan pohon. Inilah yang kini dirasakan oleh masyarakat Desa Long Lake, Kecamatan Malinau Selatan Hulu, Kabupaten Malinau. Desa di hulu Sungai Malinau ini, berhasil mendapatkan manfaat program Pohon Asuh.

Pohon Asuh merupakan program imbal jasa lingkungan, berupa pemberian penghargaan atau dukungan dari publik luas untuk masyarakat yang telah mengelola hutannya dengan baik, sehingga bisa tetap memberikan udara segar untuk penjuru Bumi.

Ujang Laing, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Long Lake Malinau, mengaku sangat bergembira karena desa mereka telah mendapatkan penghargaan dari orang lain.

Saat ini ada 371 pohon di hutan desa mereka yang telah diasuh oleh banyak orang, dengan nilai yang diterima sebanyak Rp51 juta lebih.

Ujang menjelaskan saat ini masih ada 199 pohon lagi yang tersedia untuk diasuh publik luas.

Mereka juga akan melakukan survei pohon asuh lagi, memperbanyak stok pohon yang akan bisa diasuh oleh publik.

Disebutkan Long Lake telah memiliki hutan desa, sejak terbitnya SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui No: SK.1547/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2021 pada tanggal 30 Maret 2021 pada areal seluas 9.646 ha.

Usai mendapatkan izin kelola ini, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) segera menyusun rencana kerja, di antaranya pengamanan kawasan hutan. Hutan Desa Long Lake yang diberi nama Jema ini, merujuk pada nama pohon sagu yang sangat bermanfaat bagi masyarakat desa.

Sagu atau "jema" (Bahasa Dayak Punan), yakni bagian dalamnya mengandung pati yang menjadi sumber karbohidrat. Kemudian lidinya diolah menjadi sumpit, daunnya dijadikan atap, batang luarnya yang banyak serabut dijadikan untuk menghidupkan api.

Dengan manfaat yang banyak ini, mereka menjadikan nama Jema untuk hutan desa tersebut. Mereka berharap hutan desa ini menjadi sumber penghidupan.

Salah satu manfaat yang kini dirasakan masyarakat dari memanfaatkan hutan ini adalah jasa lingkungan, melalui program Pohon Asuh.

Mereka berterima kasih kepada lembaga yang mendampingi desa tersebut selama ini, dan membantu terhubung dengan orang lain yang juga ingin mendukung mereka dalam menjaga hutan tersebut.
 

2022 di Malinau

Manager Program KKI Warsi Yul Qari menyebutkan, program pohon asuh telah dikembangkan sejak 2014. Kegiatan dimulai di Sumatera dan tahun 2022 mulai dikembangkan di Kabupaten Malinau, tepatnya di Hutan Desa Long Lake.

Sejak program ini di luncurkan, sambutan publik cukup baik. Pasalnya kegiatan itu menjembatani publik yang ingin berkontribusi langsung untuk mendukung masyarakat yang sudah mengelola pohon.

Dalam tahapan kegiatan awal dilakukan dengan sosialisasi kepada masyarakat.

Di Long Lake sempat ada pertanyaan negatif, misalnya kalau pohon diasuh, nanti pohonnya dibawa, tanah warga diambil, bahkan ada yang berpikiran nanti udara Long Lake akan berganti dengan udara kotor karena pohonnya sudah diambil orang lain.

Namun Warsi menjelaskan kepada masyarakat, hingga mereka paham bagaimana program ini membantu masyarakat penjaga hutan.

Sekarang masyarakat bersemangat untuk melakukan survei identifikasi pohon yang akan diunduh ke website pohonasuh.org.

Maknanya, semakin banyak pohon dalam aplikasi, maka akan semakin membuka kesempatan publik untuk mengasuh pohon di Long Lake.

Mengenai dana yang dihimpun dalam program Pohon Asuh, disalurkan seluruhnya kepada LPHD Long Lake.

Warga sepakat pengelolaan dana yang masuk 40 persen digunakan untuk operasional LPHD berupa kegiatan pemasangan papan informasi, tagging pohon, hingga patroli hutan desa.

Sedangkan 60 persen digunakan untuk membeli peralatan, seperti GPS, sisanya disalurkan langsung kepada masyarakat. Warga membagi rata donasi yang dihimpun kepada seluruh warga Long Lake, tujuannya supaya menimbulkan rasa bangga warga desa yang telah mengelola hutan.

Sekretaris Daerah Malinau Ernes Silvanus mengakui program tersebut sangat bernilai, apalagi sebagian wilayah Malinau adalah hutan.

Pelestarian hutan Malinau sangat strategis bagi ekologis global, pasalnya masuk dalam bagian dari kawasan "Heart of Borneo", meliputi hutan di Brunei, Sabah dan Serawak (Malaysia) dan Kalimantan.

"Heart of Borneo" atau Jantung Kalimantan adalah kesepakatan pelestarian yang dirintis World Wide Fund for Nature untuk melindungi wilayah hutan Kalimantan seluas 220.000 kilometer per segi.

Perjanjian ini ditandatangani oleh pemerintah Brunei, Indonesia, dan Malaysia di Bali pada tanggal 12 Februari 2007 untuk mendukung inisiatif itu.

Wilayah itu merupakan habitat bagi 10 spesies endemik primata, lebih dari 350 spesies burung, 150 spesies reptil dan amfibi, dan 10.000 spesies tumbuhan. Sejak 2007 sampai 2010, sebanyak 123 spesies baru ditemukan di wilayah itu.

Pelestarian hutan di Heart of Borneo menjadi strategis karena laporan status 2012 menemukan bahwa hutan hujan dataran rendah di kawasan itu semakin rusak dan terancam.

Tentu, selain masalah ekologis, karena program ini bermanfaat bagi warga pedalaman menjadi nilai tambah program Pohon Asuh.

Kepala Bidang Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat (PPMHA) Bastiang menyebutkan bahwa kegiatan itu selaras dengan Program Perhutanan Sosial, yakni program nasional yang ditujukan untuk pemerataan ekonomi dan mengurai ketimpangan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

Program itu melalui tiga pilar utama, yaitu akses terhadap lahan, kesempatan berusaha dan pengembangan sumber daya manusia.

Program ini mampu memecah persoalan utama terkait masalah klasik pada perhutanan, yakni masalah kesejahteraan warga sekitar hutan dan kerusakan lingkungan.

Satu masalah hutan Kaltara yang menjadi bagian dari Heart of Borneo kini mampu terpecahkan, yakni kelestarian hutan terjaga dan warga sekitarnya sejahtera melalui program Pohon Asuh.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023