Baghdad (ANTARA News) - Irak hari Minggu mengecam Turki, Iran dan sejumlah negara Arab tetangganya karena berusaha campur tangan dalam krisis politik sebulan di Baghdad dan tidak menghormati kedaulatannya.

Pernyataan pemerintah Irak yang dipasang di situs kementerian luar negeri itu disampaikan di tengah tegangnya hubungan Baghdad dan Ankara, khususnya menyangkut klaim Irak bahwa Turki mencampuri permasalahan dalam negeri Irak.

Pernyataan itu menyebutkan, sejak awal tahun ini komentar-komentar dari pejabat sejumlah negara tetangga mencerminkan upaya campur tangan terhadap masalah dalam negeri Irak dan tidak menghormati kedaulatan Irak serta pemerintah yang dipilih oleh rakyat Irak.

Pernyataan yang dipasang dalam bahasa Arab dan Inggris itu menyebutkan, Irak tidak mau menjadi bidak pihak mana pun.

"Karenanya, kami menyeru negara sahabat, khususnya Turki, Iran dan sejumlah negara Arab, menghormati kedaulatan dan kemerdekaan Irak," kata pernyataan yang tampaknya untuk menanggapi klaim kepala Pasukan Quds elit Iran, Qassem Suleimani, bahwa Irak dan Lebanon selatan dikendalikan oleh Iran.

Irak dan Turki juga berselisih menyangkut klaim Baghdad bahwa Ankara campur tangan dalam permasalahan Irak ketika Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menelefon PM Irak Nuri al-Maliki pada 10 Januari.

Maliki sejak itu mengecam Turki karena pernyataannya dan kedua negara tersebut memanggil duta besar masing-masing untuk mengungkapkan kekecewaan mereka.

Irak dilanda kekerasan yang menewaskan puluhan orang dan pergolakan politik sejak pasukan AS ditarik dari negara itu pada 18 Desember.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Para ulama Sunni memperingatkan bahwa Maliki sedang mendorong perpecahan sektarian, sementara demonstran memadati jalan-jalan di Samarra, Ramadi, Baiji dan Qaim dengan membawa spanduk mendukung Hashemi dan mengecam pemerintah.(*)

AFP/M014

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012