Makasar (ANTARA News) - Kasus anak berhadapan dengan hukum masih marak terjadi di Sulawesi Selatan, sedangkan penanganannya masih terkendala infrastruktur penunjang, khususnya ditingkat kepolisian.

"Tahun 2011 ada 400 kasus anak dan 20 diantaranya dipulangkan (deversi) ke orang tuanya untuk mendapatkan pembinaan. Paling meningkat adalah lakalantas, pencurian dan pelecehan seksual," sebut Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrim Polda Sulselbar, Kompol Jamilah Nompo di Makassar, Minggu

Jamila mengungkapkan, infrastruktur masih dibutuhkan seperti tahanan anak dengan penyidik anak di setiap Polres yang perlu mendapatkan pembelajaran materi tentang undang-undang anak. Kendati, keberadaanya sangat penting agar menghindari penanganan anak berhadapan hukum yang tidak mengacu pada undang-undang perlindungan anak.

"Kami telah bekerja maksimal dalam melakukan sosialisasi, namun fakta di lapangan masih saja banyak polisi yang menyamakan kasus penanganan anak berhadapan hukum dengan penanganan kejahatan umum lainnya dilakukan orang dewasa," ungkapnya pada Diskusi Terbuka Penanganan Anak Berhadapan Dengan Hukum.

Penanganan anak berhadapan hukum di Sulsel, lanjut dia, terkendala infrastruktur ditingkat kepolisian. Selain itu ditambah sejumlah pajabat kepolisian dimutasi di tempat yang jauh sehingga pejabat baru kurang memahami regulasi anak berhadapan dengan hukum.

"Itulah yang menjadi kendala, dan apabila pejabat unit PPA telah mendapat pelatihan lalu dimutasi sehingga penerapan regulasi itu mandek. Sementara pejabat baru biasanya belum memahami regulasi aturan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum," ucapnya.

Dalam diskusi tersebut dilaksanakan Forum Jurnalis Perlindungan Anak Sulsel (FJPA) dengan Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Toddopuli Makassar dengan menghadirkan sejumlah narasumber. Nara sumber seperti Pemerhati Anak Rusdin Tompo, Ketua Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel Jumadi Mappanganro dan Humas PSMP Nuralam.

Humas PSMP Toddopuli Makassar Nuralam mengatakan, harus dilakukan sosialiasi yang lebih intensif dikalangan aparat kepolisian. Hal itu dimaksudkan agar kasus anak berhadapan dengan hukum dapat ditekan melihat SDM yang dimiliki hanya 120 orang.

"Awal tahun ini ada 20 anak berhadapan dengan hukum dan saat ini kami tangani, tidak hanya itu kami juga menangani kasus anak di Kawasan Indonesia Timur," ucapnya.

Berdasarkan data secara nasional, Nuralam menyebutkan, jumlah anak yang berhadapan dengan hukum pada tahun 2011 lalu mencapai 7.000 anak. Dan sekitar 6.700 anak diantaranya divonis bersalah dan harus meringkuk ditahanan menjalani masa kurungan.

"Hasil evaluasi internal kami, kejahatan dilakukan anak-anak lebih dipengaruhi faktor lingkungannya, sehingga diperlukan pengawasan sangat ketat dari orang tua. Dan, tahun ini kami akan melakukan program baru seperti family support dalam bentuk pendekatan ke orang tua si pelaku kejahatan," ucapnya.

Pemerhati Anak Rusdin Tompo mengaku belum maksimalnya penanganan anak berhadapan hukum dapat dipengaruhi disharmonisasi regulasi. Terkait isi undang-undang tentang perlindungan anak bertentangan dengan undang-undang tentang sistem peradilan anak di Indonesia.

Kita lihat dalam undang-undang tentang sistem peradilan anak, ada saja terdapat istilah yang tidak sesuai. Bahkan ada kata "anak nakal". Sementara anak-anak dijadikan objek sasaran tindakan hukum, urainya.

Rusdin mengharapkan, Pemerintah Pusat dapat segera menyelesaikan revisi UU tentang sistem peradilan anak yang dimulai tahun 2011 lalu sehingga kasus anak berhadapan dengan hukum ada landasannya.

Sementara itu, ketua PJI Sulsel Jumadi Mappanganro lebih menitik beratkan kepada persolan penulisan pemberitaan yang sudah jelas diatur dalam kode etik dalam memberitakan kasus anak berhadapan dengan hukum.

(T.KR-DF/F003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012