Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD-KGEH menjelaskan, endoscopic ultrasonography atau endoskopi ultrasound (EUS) dapat mendeteksi gangguan pencernaan dengan lebih akurat.

Hal tersebut, menurut Rino, karena EUS dapat memberikan pandangan yang lebih detail pada saluran cerna dan organ-organ di sekitarnya.

"EUS merupakan perpaduan antara alat endoskopi dan ultrasonography. Prinsipnya, gawai USG dipasang di ujung alat endoskopi dan dimasukkan ke dalam tubuh sehingga memberikan pandangan yang lebih detail dan rinci pada struktur saluran pencernaan dan organ-organ di sekitarnya," jelas Rino saat diskusi virtual, Rabu.

"Kalau dengan USG yang biasa digunakan lewat kulit perut, seringkali harus melewati udara atau gas yang menyebabkan pancaran ultrasound tidak bisa mencapai organ dengan baik sehingga kita tidak bisa melihat jelas. Dengan EUS, karena ada di dalam badan, maka udara atau gas dihisap terlebih dahulu sehingga organ dapat terlihat jelas," lanjutnya.

Baca juga: CSIIS minta Kemenkes cabut surat penundaan atropometri kit dan USG

Rino memaparkan, EUS dapat melihat lubang esofagus atau kerongkongan, dinding esofagus, struktur di luar dinding esofagus seperti pembuluh darah dan jantung, isi lambung, dinding lambung, hingga struktur di luar lambung seperti pankreas, pembuluh darah, kantong empedu, hati, limpa, ginjal, serta kelenjar adrenal. Selain itu, EUS juga dapat melihat usus 12 jari.

Dengan demikian, kata Rino, EUS dapat digunakan untuk evaluasi dan tata laksana saluran cerna seperti kanker saluran cerna dan benjolan dalam dinding. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi dan tata laksana penyakit kanker pankreas, kista pankreas, batu empedu, dan kanker saluran empedu.

"EUS juga penting untuk menilai sejauh mana kanker sudah menerobos dinding saluran pencernaan," imbuh dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi hepatologi yang berpraktik di RS Pondok Indah itu.

Menurut Rino, kasus yang melibatkan pankreas menjadi kasus yang paling banyak terbantu oleh EUS. Pasalnya, pankreas berada jauh di dalam perut sehingga sulit dilakukan evaluasi dengan alat ultrasonography biasa maupun CT Scan. Sehingga, EUS sangat membantu dalam melakukan evaluasi secara lengkap pada pankreas.

Rino mengatakan, durasi tindakan EUS tergantung dengan tujuannya. Jika hanya untuk diagnostik, memerlukan waktu 15-20 menit, sedangkan jika melakukan tindakan yang lebih jauh seperti biopsi atau pemasangan ring, waktu yang dibutuhkan bisa 1-2 jam.

Adapun persiapan khusus sebelum melakukan tindakan EUS, kata Rino, hal tersebut tergantung dengan kondisi pasien.

"Kalau masih muda, tidak ada gangguan apa-apa, maka tidak ada persiapan khusus, Tapi untuk di atas 40 tahun, tentu harus dipastikan jantungnya cukup baik, pembekuan darahnya harus bagus, misalnya," ujarnya.

Sementara itu, mengenai efek samping EUS, Rino mengatakan tak jauh berbeda dengan endoskopi biasa, seperti pendarahan atau penyumbatan saluran nafas. Meski demikian, risiko tersebut sangat jarang terjadi.

"Risikonya relatif kecil karena sampai saat ini, alat yang digunakan sudah didesain dengan baik. Jika untuk diagnostik, risikonya 1 di antara 10 ribu. Sedangkan jika dilakukan penusukan misalnya, tentu lebih besar. Namun, tindakan yang dilakukan dengan EUS lebih kecil risikonya jika dibandingkan operasi," pungkasnya.

Baca juga: Masyarakat diminta lakukan deteksi kelainan saluran cerna

Baca juga: BKKBN sebut potensi stunting sudah bisa dideteksi lewat USG

Baca juga: Wamenkes: USG di seluruh puskesmas bentuk kemajuan pelayanan kesehatan

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022